Bagikan:

JAKARTA - Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Hardjuno Wiwoho, menilai, pemerintah Indonesia berterima kasih kepada Bambang Trihatmodjo lantaran sukses menggelar pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara pada 1997.

Hal itu terkait dengan Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) tentang penetapan perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games XIX-1997, Bambang Trihatmodjo.

Menurut Hardjuno, putra mantan Presiden Soeharto ini layak diberi penghargaan atas jasanya menyelamatkan wajah Indonesia di level Asia.

"Semestinya pemerintah memaklumi. Ingat, biaya penyelenggaran event akbar olahraga se-Asia Tenggara tidak didanai negara. Justru pihak swasta yang terlibat menyelamatkan wajah bangsa ini. Seharusnya penyelenggara SEA Games ini mendapat penghargaan dari pemerintah, bukan malah diobok-obok seperti saat ini," ujar Hardjuno dalam keterangan yang diterima, Selasa 22 September.

Perlu diketahui, pelaksanaan SEA Games 1997 sebenarnya jatah Brunei Darussalam sebagai tuan rumah event dua tahunan tersebut. Namun Brunei keberatan lantaran belum siap menjadi tuan rumah.

Karena itu, hak penyelenggaraan SEA Games 1997 diserahkan kepada Indonesia dulu. Berdasarkan perhitungan Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, biaya perhelatan SEA Games 1997 ini mencapai Rp70 miliar.

Di luar rencana semula, konsorsium dibebani tambahan untuk persiapan kontingen Indonesia Pelatnas sebesar Rp32 miliar. Namun dalam perjalanannya, biaya penyelenggaraan SEA Games membengkak menjadi Rp156 miliar.

"Negara harusnya dapat melihat berapa pengeluaran yang telah dikeluarkan konsorsium dengan mencari sponsor sendiri. Harusnya mereka diberi apresiasi," ujarnya.

Dasar Hukumnya Tak Kuat

Menurut Hardjuno, keputusan yang dibuat Menkeu itu dibuat tanpa memiliki dasar hukum yang kuat.

"Yang menjadi subjek KMP itu adalah PT Tata Insani Mukti. Ini yang keliru dipahami. Konsorsium secara perdata bukan subjek hukum sehingga tidak bisa dimintai pertangungjawabannya. Jadi, yang dimintai pertanggungjawabannya itu ya PT sebagai subjek hukumnya," ujar Hardjuno.

Lebih lanjut menurutnya, Bambang Trihatmodjo tidak bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai pribadi dalam posisinya sebagai Ketua Konsorsium SEA Games 1997.

"Mestinya, yang dimintai pertanggungjawab itu PT Tata Insani Mukti. Kalau ada masalah antara Setneg dan Konsorsium, di mana Pak Bambang sebagai Ketua Konsorsium maka PT TIM yang dimintai tanggungjawab," terangnya.

Karena itu terang Hardjuno, membebani tanggungjawab hukum kepada Bambang Trihatmodjo sangat tidak adil. Apalagi, sebagai Ketua KMP SEA Games-2017, Bambang Trihatmodjo sudah mengamanatkan segala sesuatu terkait penyelenggaraan SEA Games kepada Ketua Pelaksana Harian yaitu Bambang Riyadi Soegomo. Hal itu tertuang lewat surat maupun dokumen yang ada.

"Berdasarkan MoU dengan KONI tanggal 14 Oktober 1996, yang ditanda tangani oleh Ketua Umum KONI Bapak Wismoyo Arismunandar dengan Dirut PT TIM Bapak Bambang Riyadi Soegomo yang ditunjuk oleh Pak Bambang Trihatmodjo sebagai Ketua Pelaksana Harian KMP," jelasnya.

Dia menjelaskan, yang dimaksudkan dengan Konsorsium Mitra Penyelenggara SEA Games itu PT Tata Insani Mukti. Sebagai Komisaris, jelasnya, Bambang Trihatmodjo sudah melakukan tugas dan kewenangannya sabagai Komisaris dengan itikad baik dan bertanggungjawab.

Sebagai informasi, Bambang Trihatmodjo mengajukan gugatan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dikutip dari laman Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, pendaftaran gugatan diajukan Bambang Trihatmodjo pada 15 September. Gugatan ini terigistrasi dengan nomor perkara 179/G/2020/PTUN.JKT.

Dalam gugatannya, Bambang Trihatmodjo meminta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.

Selain itu, Bambang Trihatmodjo dalam gugatannya meminta PTUN mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 tersebut.