Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 28 Desember 2016, Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe berkunjung ke pangkalan militer, Pearl Harbor, di Hawaii, Amerika Serikat (AS). Kedatangan Abe dalam rangka menyampaikan duka cita yang mendalam atas peristiwa yang menghebohkan sejarah dunia.

Sebelumnya, Jepang sempat muncul sebagai salah satu kekuatan besar Asia di dunia. Kehebatan Jepang pun terus diuji. Mereka pun menjadikan Pearl Harbor sebagai target. Suatu pangkalan militer besar punya Amerika Serikat (AS).

Kehadiran Jepang sebagai simbol kebangkitan Asia tak bisa dianggap remeh. Jepang bak haus dengan kehadiran musuh. Armada mereka siap melawan siapa saja. Kombinasi ekonomi dan kekuatan yang besar membuat Jepang kian percaya diri.

Mereka bahkan menginvasi China pada 1894. Invasi itu dianggap berhasil. Sekalipun hanya beberapa wilayah saja yang diduduki Jepang. Belakangan Jepang memiliki misi untuk menyatukan Asia dalam genggamannya.

Negeri Matahari Terbit itu mencoba melawan siapa saja yang menghalangi niatannya. Negeri Paman Sam yang notabene negeri adidaya coba dilawannya. Aksi perlawan Jepang yang paling diingat sejarah adalah serangannya ke pangkalan militer AS terkuat di Pearl Harbor, Hawaii pada 7 Desember 1941.

Dampak serangan Jepang ke Pearl Harbor. (Wikimedia Commons)

Serangan mendadak itu telah dipikirkan jauh-jauh hari. Armada penyerang sudah bersiaga. Rencana yang mendekati sempurna itu membuat AS kelabakan. Pangkalan terkuatnya diobrak-obrak Jepang. Serangan itu berhasil merusak hampir 300 pesawat terbang, 20 kapal Angkatan Laut, hingga ribuan orang tewas.

Jepang pun bersuka cita. Mereka mencoba menjadi juru selamat negeri Asia yang dijajah penjajahan Eropa. Satu demi satu tempat dibebaskannya. Indonesia jadi salah satu di antaranya. Penjajah Belanda dihajar hingga menyerah. Kepercayaan tinggi para prajurit Jepang itu tak lain berasal dari peristiwa Pearl Harbor.

“Untuk membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah meletuskan Perang Pasifik. Armada AS terkuat di Pasifik yang berpangkalan di Pearl Harbor, Hawaii merupakan penghalang besar ambisi Jepang memiliki industri di negara-negara selatan.”

“Laksamana Isoroku Yamamoto menyusun rencana serangan rahasia untuk menghancurkan armada AS bulan September 1941, armada Laksamana Noihi Naguno yang diangkat sebagai panglima operasi bergerak dari Kepulauan Kuril. Dengan kekuatan puluhan kapal perang yang terdiri dari kapal induk, kapal selam, dan kapal tanker, armada Noihi Naguno berlayar ke arah timur menyeberangi lautan Pasifik melalui pelayaran yang tak biasa dilayari kapal-kapal,” ungkap Peter Kasenda dalam buku Soekarno di Bawah Bendera Jepang 1942-1945 (2015).

Peristiwa Pearl Harbor boleh jadi sudah berlangsung lama. Namun, lukanya kepada mereka yang selamat tetap menancap. Apalagi, bagi keluarga yang kehilangan sanak familinya. Luka Pearl Harbor terus membekas.

Kondisi itu dipahami benar oleh Shinzo Abe. Perdana Menteri Jepang itu berencana datang dan mengucapkan duka cita mendalam kepada mereka korban dan juga keluarga korban. Rencana itu bukan pepesan kosong belaka. Abe pun datang langsung ke Pearl Harbor ditemani Presiden Barack Obama pada 28 Desember 2016.

Ia menyampaikan langsung rasa duka cita yang dalam. Ia tak ingin peristiwa serupa terjadi lagi. Ia pun mencoba membuka kembali hubungan antara AS dan Jepang yang sempat rusak dalam waktu yang sangat lama.

"Kita tidak boleh mengulangi kengerian perang. Ini adalah ikrar yang telah ditempuh rakyat Jepang. Bagi para serdadu AS yang terbaring di dalam USS Arizona, untuk rakyat Amerika, dan semua orang di dunia, saya tegaskan ikrar teguh tersebut," tegas Abe sebagaimana dikutip laman BBC Indonesia, 28 Desember 2016.