Bagikan:

JAKARTA - Memori hari ini, 32 tahun lalu, 7 November 1991, bintang basket kesohor dunia, Earvin ‘Magic’ Johnson Jr mengumumkan dirinya positif mengidap virus HIV. Pengunguman itu membuat seisi dunia dilanda kehebohan.

Kondisi itu membuat Johnson harus gantung sepatu dari klub basket NBA yang membesarkan namanya, Los Angeles (LA) Lakers. Sebelumnya, ia langgeng membela LA Lakers selama belasan musim. Kehadirannya di Lakers begitu menentukan. LA Lakers dapat jadi juara NBA lima kali.

Orang tua punya andil besar dalam perkembangan karier sang anak. Magic Johnson pernah merasakannya. Ayahnya jadi pintu gerbang utama Johnson menggeluti olahraga basket. Sosok ayahnya mampu jadi siapa saja dalam permainan. Kadang kala jadi pelatih. Kadang pula jadi lawan tanding Johnson.

Hasilnya gemilang. Johnson tumbuh sebagai pemain basket yang agresif nan cepat. Andil ayahnya pula membuat Johnson mengidolakan banyak pemain basket di kompetisi NBA. Kareem Abdul-Jabbar dan Dave Bing, misalnya.

Kesukaan Johnson terhadap basket kian hari meningkat. Johnson berani mematri mimpi untuk jadi pemain basket papan atas dunia. Bakatnya dalam bermain basket mulai memukau orang banyak kala masuk SMA.

Magic Johnson saat mengumumkan pengunduran dirinya dari basket NBA pada 7 November 1991 karena terjangkit virus HIV. (Sygma/Bill Nation)

Johnson menjelma sebagai tulang punggung timnya. Ia menjelma bak seniman lapangan basket. Karyanya adalah poin-poin penting yang membawa tim meraih kemenangan. Kesuksesan itu membuat Johnson memilih melanjutkan mimpinya jadi pemain basket profesional dengan masuk Universitas Negeri Michigan.

Kondisi tak jauh beda. Ia jadi tulang punggung klub basket kampusnya. Pucuk dicinta ulam tiba. Johnson pun mampu meraih kontrak profesional dari tim basket kesayangannya, LA Lakers pada 1979. Ia pun mulai menggoreskan sejarah di LA Lakers.

Ia dan kawan-kawan mampu membawa LA Lakers meminangi kompetisi NBA sebanyak lima kali -- 1980, 1982, 1985, 1987, dan 1988. Populitas itu membuat nama Magic Johnson dielu-elukan penggemar LA Lakers di seantero negeri.

“Ini adalah era ‘Showtime’ ketika LA Lakers menghidupkan kembali NBA dengan permainan bola yang serba cepat dan flamboyan. Mereka mampu memenangkan lima gelar juara. Johnson jadi point guard tertinggi dalam sejarah NBA (2,06 meter; 6 kaki 9 inci), yang kemampuan beradaptasi, visi lapangan, dan kreativitasnya secara mendasar jadi andalan.”

“Dia mampu memberi warna pada permainan LA Lakers. Tembakannya, umpan yang tidak terlihat, sederet penggemar selebriti, dan tentu saja wanita cantik. Setiap orang yang pernah hidup di tahun 1980-an paling tidak harus hadir menonton LA Lakers. Itulah yang membuat Magic Johnson Melejit,” tulis Oliver Laughland dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Magic Johnson (2021).

Magic Johnson berhadapan dengan Michael Jordan dalam sebuah pertandingan LA Lakers kontra Chicago Bulls. (Duke Basketball Report)

Kesuksesaan dan kekayaan mengikuti tiap langkap Johnson. Namun, malang tak dapat ditolak. Kehidupan seksual Johnson terlampau liar. Ia terpaksa menerima konsekuensi sendiri atas tindakannya. Johnson mengumumkan sendiri bahwa ia telah terjangkit HIV.

Keputusan itu diumumkan kepada khalayak pada 7 November 1991. Kehadiran HIV AIDS itu membuatnya harus gantung sepatu dari LA Lakers. Pengakuan Johnson kemudian mengebohkan seisi dunia. Apalagi, HIV adalah penyakit yang kala itu dianggap bak aib.

“Pemain basket terkenal ini secara mengejutkan mundur dari dunia olahraga. Penyebabnya AIDS. AIDS menyebar tanpa pandang bulu. Setelah menyerang aktor ternama Rock Hudson, kini AIDS mendatangi pemain basket kondang Earvin "Magic" Johnson. Dalam konperensi pers Kamis pekan lalu, Magic Johnson resmi mundur dari klub LA Lakers karena positif terserang virus HIV, penyebab AIDS laknat itu.”

“Pada usianya yang ke-32, Johnson adalah duta Amerika Serikat ke seluruh dunia. Kelincahannya memantul-mantulkan bola, melempar ke pemain lain tanpa melirik, dan kelenturan tubuhnya untuk rebound, jadi tontonan menarik bagi penggemar basket di seluruh dunia. la mengubah pertandingan basket jadi showtime,” terang Liston P. Siregar dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Mundur karena AIDS (1991).