Bagikan:

JAKARTA - Febri Diansyah bukan orang baru dalam perjuangan antikorupsi di Indonesia. Laku hidupnya sebagai aktivis kerap memukau khalayak umum. Indonesia Corupption Watch (ICW) jadi wadah perjuangannya. Semangat antikorupsinya tak dapat digoyang.

Semangat itu terbawa kala ia dijadikan Kepala Biro Humas (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menjelma jadi mulut KPK menegakkan keadilan. Bahkan, kala ia mundur dari KPK. Ia bercita-cita membuat firma hukum untuk mendukung KPK melawan korupsi.

Masalah korupsi di Indonesia kerap memancing kegeraman. Berkali-kali ganti presiden, korupsi justru kian subur. Namun, di tengah-tengah perilaku korup pejabat itu kerap muncul sosok antikorupsi. Febri Diansyah, salah satunya.

Semangat antikorupsi itu telah dipupuk Febri sejak masih menempuh pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM). Setelahnya, ia memilih untuk aktif melawan korupsi. ICW jadi pelabuhan barunya.

Febri Diansyah sebagai juru bicara KPK. (VOI/Wardhany Tsa Tsia)

Ia bergerak dalam bidang program monitoring hukum dan peradilan. Kuasa itu membuatnya aktif melepaskan analisis dan kritik terhadap korupsi di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tak main-main, ia berani buka suara mengkritik korupsi dalam lingkaran megaproyek Wisma Atlet dan lain sebagainya.

Keberanian Febri membuat namanya mencuat. Popularitasnya sebagai figur antikorupsi meningkat. Narasi itu dibuktikan dengan Febri menyabet gelar sebagai aktivis paling berpengaruh tahun 2011 dari Charta Politika Indonesia.

Bekal itu kemudian membawa Febri paripurna sebagai pejuang antikorupsi. Ia terpanggil untuk membela panji KPK. Semenjak itu semangatnya diarahkan jadi bagian dari lembaga antirasuah pada 2013. ia menjabat sebagai pegawai Fungsional Direktorat Gratifikasi KPK.

Setelahnya, ia melamar kembali sebagai Juru Bicara KPK dan berhasil. Ia menempati posisi yang sebelumnya ditempati oleh Johan Budi –kini politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ia resmi menjadi penyambung lidah KPK pada 2016.

Posisi itu dilanggengkannya dengan penuh suka cita. Apalagi ia dapat aktif berjuang menegakkan panji antikorupsi. Sekalipun keterlibatannya jadi jubir kerap mendapatkan kritikan dari sana sini. Dari khalayak umum, jurnalis, hingga pejabat.

“Wartawan juga mengkritik juru bicara KPK, Febri Diansyah. Dalam beberapa kesempatan, Febri, yang ditugaşi memberikan pernyataan kepada semua jurnalis, hanya menjawab normatif dan tak tegas atas adanya penetapan tersangka disertai penggeledahan. Febri pun terkesan tak ingin dibenturkan dengan pimpinan yang menyampaikan pernyataan.”

“Kondisi ini berbeda dengan kebijakan Ketua KPK Abraham Samad. Pada masa itu, bila ada pemimpin KPK yang memberikan pernyataan kepada jurnalis cetak atau online, pemimpin itu ‘diwajibkan’ turun memberikan penjelasan kepada semua jurnalis agar dapat diambil jurnalis radio dan televisi. Juga kalau pimpinan tak sempat memberikan pernyataan, Johan Budi Sapto Pribowo, yang saat itu menjadi juru bicara KPK, tampil memberikan keterangan,” terang Sabir Laluhu dalam buku Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera (2018).

Buat Firma Hukum

Eksistensi Febri menjadi jubir KPK kian mentereng. Namun, tanggung jawab yang diberikan juga semakin meningkat. Ia siap sedia bekerja dengan baik. Namun, Febri memilih untuk mengundurkan diri dari KPK pada 18 Oktober 2020.

Ketidaksamaan visi membuatnya angkat kaki. Kepergiaannya dari KPK tak membuat komitmen Febri sebagai pejuang antikorupsi runtuh. Ia bahkan tetap menyatakan dukungan dan bersedia membantu KPK dari luar.

Komitmen itu ditegaskan Febri beberapa bulan sebelum resmi berpisah dengan KPK. Febri mengungkap ia dan kawan-kawannya berniat membangun firma hukum – kemudian dikenal sebagai Visi Law Office. Suatu firma hukum yang nantinya dapat bergerak memberi bantuan hukum kepada para korban korupsi.

Febri Diansyah sebagai pengacara di Visi Law Offise bersama dua rekannya, Donal Fariz (kiri) dan Rasamala Aritonang. (Visi Law Office)

Febri sengaja menitikberatkan kepada korban korupsi. Sebab, ia tak mau dirinya berada di pihak koruptor, atau menguntungkan koruptor. Konsep itu diungkapnya dengan penuh kesungguhan. Ide-ide itu disebutnya sebagai bagian dari ikhtiarnya berkontribusi dari luar.

 “Sederhananya sebagai Kepala Biro Humas, saya menerima pemasukan yang cukup tinggi. Dan ketika saya menerima penghasilan itu setiap bulan, pada saat itu pernyataan-pernyataan beban moral muncul, karena uang ini adalah uang dari rakyat dan saya tidak bisa berkontribusi secara signifikan. Dan terlalu banyak saya menerima uang rakyat itu setiap bulannya. Saya berpikir lebih baik saya berada di luar dan berkontribusi lebih signifikan lagi tanpa ada beban moral."

"Jadi ini memang konsep firma hukum yang relatif baru yang mau kita coba kembangkan, yaitu mengombinasikan kantor hukum seperti law firm dengan tetap ada aspek advokasi antikorupsi, khususnya untuk korban korupsi karena mereka ini agak sering terabaikan," kata Febri kala menyambangi kantor VOI, 28 September 2020.