Bagikan:

JAKARTA - Stefani Joanne Angelina Germanotta  atau Lady Gaga adalah sosok yang berpengaruh di belantika musik dunia. Sekalipun penuh kontroversi. Aksi dan nyanyiannya di atas panggung kerap dinantikan penggemarnya. Keinginan mereka menyaksikan langsung idolanya tampil secara langsung mejadi-jadi. Namun, tidak di Indonesia.

Konsernya bertajuk The Born This Way Ball di Jakarta terpaksa batal. Gelora penolakan terhadap Gaga jadi muaranya. Di satu sisi Gaga dianggap bersekutu dengan setan. Di sisi lain kehadiran Gaga dianggap merusak moral bangsa.

Lady Gaga dan musik adalah dua yang tak dapat dipisahkan. Gaga bahkan telah mengenal dan mengeksplorasi musik sedari kecil. Ia kemudian mematok mimpi tinggi. Wanita kelahiran 24 Maret 1986 itu ingin jadi penyanyi dan penulis lagu kesohor.

Saban hari ia terus bekerja keras meraih mimpi. Kerja keras itu terbayar. Ia dipertemukan takdir dengan Interscope Records. Label rekaman itu bersedia menjadi medium Gaga meraih kesuksesan. Kerja sama apik itu menghasilkan sebuah album musik teranyar. The Fame (2008), namanya.

Tembang-tembang Gaga seperti Just Dance dan Paparazzi jadi lagu andalannya. Hasilnya gemilang. Wanita yang berjuluk Mother Monster itu melesat jadi bintang di mana-mana. Wajahnya kerap muncul di media massa. Utamanya, kala album The Fame laris manis terjual di pasaran, bahkan sampai 12 juta kopi.

Lady Gaga dalam sebuah konsernya. (Wikimedia Commons)

Prestasi itu tak lantas membuat Gaga berpuas diri. Ia kerap mencoba menantang dirinya dalam karier. Optimisme itu membuat Interscope Records tak mau rugi. Perusahaan rekaman asal Santa Monica, California itu ingin Gaga menjadi salah satu tambang emasnya.

Keduanya kemudian bersepakat untuk melanggengkan sebuah kerja sama menjanjikan. Kesepakatan itu kesohor disebut Kesepakatan 360. Label rekamannya untung, demikian juga dengan Gaga. Namanya semakin digaungkan di mana-mana, di seantero negeri.

Kesepakatan 360 lalu menghasilkan ramuan kesuksesan yang tak terkira. Lagu bagus, gaya nyentrik, dan kontroversi. Ramuan itu membuat album dan konsernya selalu dinanti-nanti oleh Little Monsters (nama basis penggemar Gaga). Bahkan, tiketnya kerap terjual habis.

Wall Street Journal menyebutkan ‘Kesepakatan 360’ memberi Gaga banyak keuntungan. Musiknya disukai pendengar. Tiket konsernya selalu terjual habis dalam tur dunia. Pernak-pernik konsernya laku keras. Merek raksasa --seperti Polaroid, Estee Lauder MAC, Sprint Virgin Mobile, dan perusahaan parfum raksasa Coty Inc mengikuti ke mana pun Gaga menggelar pertunjukan.”

“Penampilan panggung dan penjualan merchandise menjadi penting sebagai penghasilan ekstra di luar penjualan album. Pengamat industri musik di Tanah Air menyebut langkah itu dimulai dengan Manajemen yang mesti kreatif. Kunci keberhasilan manajemen Gaga, kata Bens, adalah kemampuan mereka memperkuat karakter artisnya. Kontroversi Gaga terus-menerus dipelihara. Ini pula (ramuan) yang membuat Madonna masih bertahan,” ujar Bobby Chandra dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Ladang Uang Ibu Monster (2012).

Batal Konser

Popularitas Gaga membuat penggemarnya ingin mengaksikan langsung sang idola. Di Indonesia, apalagi. Para Little Monsters sudah tak sabaran. Apalagi setelah promotor Gaga ke Indonesia, Big Daddy Entertainment telah mengumumkan Gaga akan tampil di Indonesia lewat konser bertajuk The Born This Way Ball.

Tanggal 3 Juni 2012 pun dipilih dan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta didaulat sebagai lokasi konser. Antusiasme penonton dari seantero Indonesia memuncak. Mereka langsung berburu tiket konser. Alih-alih membutuhkan waktu lama, tiket konser nyatanya terjual habis dalam waktu singkat.

Promotor senang-senang saja, apalagi Gaga. Penyanyi kenamaan Amerika itu sudah tak sabar melanggengkan konsernya di Indonesia. Nyatanya, jauh panggang dari api. Kedatangan Gaga mendapatkan penolakan dari berbagai macam pihak.

Organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Front Pembela Islam (FPI), hingga Hizbut Tahrir Indonesia menolak keras kedatangan Gaga. Penolakan itu dilanggengkan dengan berbagai macam alasan.

Gaya panggung Lady Gaga banyak dipengaruhi penyanyi kenamaan, Madonna. (Wikimedia Commons)

Gaga dituduh sebagai pemuja setan. Ada pula yang menyebut Gaga adalah pendukung utama dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Inti kedatangan Gaga disorot karena ia adalah ikon yang dapat merusak moral bangsa, utamanya kalangan pelajar.

Penolakan itu membuat banyak politisi bersuara. Ada yang pro dan ada pula yang kontra. Rencana konser Gaga akhirnya terpaksa dibatalkan. Isu keamanan jadi alasan utama pembatalan. Pun izin keamanan tak kunjung keluar. Sebab, konser itu dinilai banyak mudaratnya, ketimbang manfaat.

“Pada awal Juni, konser penyanyi Lady Gaga dengan tiket yang terjual habis diancam FPI, yang berkeras bahwa pakaiannya yang seksi dan gerakan-gerakan tubuhnya yang provokatif dapat merusak remaja. Pihak-pihak yang berwenang kebingungan, berbagai lembaga terkait (pemda, polisi) gagal mencapai kesepakatan mengenai pengeluaran izin.”

“Lady Gaga membatalkan tur tersebut ketika FPI mengumumkan bahwa mereka telah membeli tiket konser tersebut dan akan menyerang penonton. Protes FPI tersebut adalah pertunjukan 'otot politik' ketimbang keprihatinan moral yang jujur yang terbukti melalui fakta bahwa FPI tidak pernah berusaha menghentikan peredaran video klip Lady Gaga di layar televisi di seluruh Indonesia,” terang Kathryn Robinson dalam buku Seksualitas di Indonesia: Politik Seksual, Kesehatan, Keragaman, dan Representasi (2014).