JAKARTA - Setelah sempat mencetak rekor harga tertinggi baru di level 108.000 dolar AS (Rp1,75 miliar) pekan lalu, harga Bitcoin melemah hingga di level 93.000 dolar AS (Rp1,5 miliar) pada Senin, 23 Desember.
Walau demikian, tekanan jual Bitcoin terlihat mulai mereda pada Selasa, 24 Desember. Di mana berdasarkan data dari CoinMarketCap, Bitcoin kini berada di level 94.000 dolar AS atau sekitar Rp1,52 miliar.
Merespon kondisi tersebut, analis Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan penurunan tersebut merupakan imbas dari sentimen negatif terhadap outlook kebijakan moneter AS tahun 2025.
"Pekan lalu, bank sentral AS, The Fed, mengisyaratkan tingkat suku bunga yang akan tetap tinggi dalam kurun waktu lebih lama dari ekspektasi. Kekhawatiran inflasi yang masih mengintai dan proyeksi pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit di 2025 memicu aksi jual pada aset berisiko seperti saham dan aset kripto," ujar Fahmi dalam keterangan tertulisnya.
Meski saat ini sedang mengalami koreksi, Fahmi menegaskan, Bitcoin tetap mencatat kenaikan luar biasa sepanjang tahun 2024. Secara year-to-date (YTD), Bitcoin telah mengalami kenaikan lebih dari 110 persen dan lebih dari 30 persen pasca pemilu AS.
BACA JUGA:
Ia juga menjelaskan bahwa koreksi Bitcoin saat ini mencerminkan kombinasi dari pengaruh proyeksi kebijakan moneter AS yang lebih ketat dan aksi profit taking setelah reli yang terjadi pasca pemilu AS.
“Meskipun demikian, potensi dukungan dari jajaran pemerintahan pro-kripto AS di bawah kepemimpinan Donald Trump dapat memberikan sinyal bahwa kepercayaan terhadap ase kripto ini belum memudar,” tandasnya.
Menurutnya, adanya komitmen atau bahkan pengambilan kebijakan nyata yang memberikan dampak positif langsung terhadap pasar dan industri kripto dari Pemerintah Federal AS, berpotensi akan kembali membangkitkan euforia dan sentimen investor terhadap pasar kripto.