JAKARTA – Sejarah hari ini, 63 tahun yang lalu, 2 Mei 1960, Raja Maroko, Mohammed V meresmikan jalan Sharia Al-Rais Ahmed Soekarno (kini: Rue Maroko) di ibu kota negara itu, Rabat. Peresmian nama jalan itu dilakukan sebagai bentuk kedekatan hubungan antara Rabat-Jakarta.
Pun sebagai bentuk apresiasi kepada Bung Karno yang mendukung penuh seluruh negara Afrika untuk merdeka, termasuk kemerdekaan Maroko. Sebelumnya, sikap Bung Karno menentang kolonialisme dan imperialisme tiada dua. Perannya melawan penjajahan mampu menginspirasi banyak pihak.
Hidup di bawah naungan penjajahan penuh dengan kesengsaraan. Soekarno pun merasakannya. Ia sedari kecil menyaksikan langsung bagaimana kaumnya diperlakukan dengan tidak adil oleh penjajah Belanda. Tuan kulit putih itu memeras kaum bumiputra bak sapi perah.
Penjajahan kemudian membuat Soekarno bergerak membela kaumnya. Ide-ide kemerdekaan diperkenalkan di mana-mana. Tiada yang meragukan hal itu. Sekalipun Soekarno harus mendekam di penjara, kemudian pengasingan. Upayanya pun terbayar lunas ketika Indonesia merdeka.
Narasi perlawanannya terhadap kolonialisme dan imperialisme tak pernah padam. Apalagi, narasi itu telah dituangkannya dengan tokoh bangsa yang lain dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Isinya tak lain menyatakan bahwa seluruh penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
Sebagai bentuk keseriusan, Indonesia yang notabene negara berumur jagung pun mampu menjadi tuan rumah sebuah konferensi besar dunia. Konferensi Asia Afrika (KAA), namanya. Konferensi yang berlangsung pada 18-24 April 1955 di Bandung, jadi panggung negara-negara Asia dan Afrika menyatakan sikap menentang kolonialisme dan imperialisme. Mata dunia lalu menyorot sikap Soekarno di balik terlaksananya KAA.
“Konferensi dibuka Presiden Soekarno selaku tuan rumah dengan judul pidato 'Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru'. Konferensi Asia-Afrika ini melahirkan Dasa Sila Bandung, yang nama resminya Declaration on the Promotion of World Peace and Cooperation, Deklarasi ini memberi inspirasi positif kepada negara-negara muda yang baru memperoleh kemerdekaan di kedua benua ini.”
“Ternyata visi Bung Karno tentang masa depan industri pariwisata sangat brilian. Bangsa Indonesia patut merasa bangga dan bahagia menjadi tuan rumah salah satu konferensi akbar, khususnya dalam sektor pariwisata itu,” ujar Arifin Pasaribu dalam buku Hotel Indonesia (2014).
Sikap Soekarno yang mendukung kemerdekaan negara-negara di Afrika mendapatkan sambutan positif. Maroko, salah satunya. Raja Mohammed V bahkan telah menjalan hubungan baik dengan Soekarno. Kedekatan itulah kemudian membuat hubungan antara Jakarta-Rabat terjalin.
Kedekatan itu kemudian semakin bertambah ketika Bung Karno melangsungkan kunjungan ke Maroko pada 2 Mei 1960. Raja Mohammed V pun kemudian mengajak Soekarno untuk meresmikan sebuah jalan di Rabat. Jalan itu dinamakan oleh Raja Mohammad V dengan nama Sharia Al-Rais Ahmed Soekarno.
Belakangan, jalan itu dikenal luas dengan nama Rue Soekarno. Indonesia pun tak mau kalah. Indonesia pun ikut menamakan nama jalan di Jakarta dengan unsur Maroko. Nama jalan itu adalah Jalan Casablanca (nama kota metropolitan di Maroko).
“Selain Mesir, Bung Karno dijadikan nama sebuah jalan di Maroko. Hebatnya, pada 2 Mei 1960, jalan ini diresmikan langsung oleh Bung Karno dan Raja Mohammad V. Pada awalnya, jalan ini bernama Sharia Al-Rais Ahmed Soekarno, namun, sekarang dikenal dengan nama Rue Soekarno,” ungkap Abraham Panumbangan dalam buku The Uncensored of Bung Karno (2016).