Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 80 tahun yang lalu, 6 Maret 1943, Bung Hatta mengangkat orang kepercayaannya, Iding Wangsa Widjaja sebagai pegawai Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Kehadiran Wangsa dianggapnya mampu membawa nyala api kemerdekaan Indonesia, ketimbang kepentingan Jepang.

Sebelumnya, Putera didirikan Jepang untuk merangkul tokoh kemerdekaan yang mau berkolaborasi. Mereka dianggap mampu mengajak rakyat Indonesia mendukung Jepang. Sekalipun yang terjadi justru sebaliknya.

Penjajahan Jepang memiliki arti penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Semua itu karena Jepang tak melulu memainkan politik memukul, tapi politik merangkul. Segala macam tokoh bangsa ingin dirangkulnya.

Empunya kuasa berpikir kehadiran tokoh bangsa dapat menjadi ajian penting. Sebuah ajian memperoleh dukungan luas kaum bumiputra untuk kepentingan perang. Jepang pun menjanjikan kemerdekaan Indonesia sebagai timbal baliknya.

Segenap tokoh bangsa banyak yang kepincut. Mereka mau bekerja sama dengan Jepang. Antara lain Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kiai Haji Mas Mansyur. Keempatnya dikenal sebagai Empat Serangkai. Pun keempatnya diminta menjadi bagian organisasi bentukan Jepang, Putera pada 1943.

Bung Hatta ditemani Wangsa Widjaja (paling kiri) di ruang perpustakaan pribadi Bung Hatta 14 Juni 1972. (Dok. Perpusnas)

Jepang berharap kehadiran tokoh bangsa di Putera dapat membuat seisi Nusantara mendukung agenda perang mereka. Namun, jauh panggang dari api. Putera jadi alat politik tokoh bangsa untuk menyebar semangat lepas dari belenggu penjajahan di seantero negeri.

“Sementara bagi para pemimpin nasionalis, Putera terutama merupakan sarana untuk menyebarkan dan menginisiasi ide-ide nasionalis di kalangan rakyat serta mengusahakan kesepakatan yang dibuat dengan Jepang yang mengarah kepada pemerintahan mandiri.”

“Signifikansi Putera yang berikutnya bagi para pemimpin nasionalis, meskipun yang ini kurang begitu penting, adalah sebagai organisasi yang didedikasikan untuk membantu tujuan-tujuan perang Jepang, tetapi sebatas tujuan minimum saja yang diperlukan demi mencapai tujuan-tujuan nasionalis jangka panjang,” ungkap George McTurnan Kahin dalam buku Nasionalisme dan Revolusi Indonesia (2013).

Kehadiran Putera menjadi wadah baru perjuangan Indonesia. itulah yang dirasakan oleh Bung Hatta. Ia pun terlibat aktif dalam Putera. Ia banyak memasukkan pejuang kemerdekaan lainnya ke Putera. Iding Wangsa Widjaja, salah satunya.

Hatta mengangkat Wangsa sebagai pegawai Putera pada 6 Maret 1943. Pengangkatan itu dilakukan karena Hatta yakin Wangsa dapat membawa nyala api kemerdekaan kepada segenap kaum bumiputra. Apalagi Wangsa dikenal sebagai pejuang kemerdekaan yang juga jurnalis. Ajian itu berhasil.

Kesadaran kaum bumiputra untuk merdeka meningkat. Setelah Indonesia merdeka, Hatta pun mengangkat Wangsa sebagai sekretarisnya semasa menjadi Wakil Presiden Indonesia. Karenanya, Wangsa dianggap loyalis Bung Hatta. Bahkan, hingga Hatta meninggal dunia. 

“Tanggal 6 Maret 1943, pukul 8:30 pagi, saya sudah berada di Kantor Besar Putera. Sudah banyak pegawai berkumpul dan tenyata sebagian besar adalah kawan-kawan seperjuangan dalam berbagai gerakan politik di zaman Hindia Belanda. Di antaranya saudara Soekemi bekas Ketua Pendidikan Nasional Indonesia di Yogyakarta tahun 1931.”

“Saudara Jusuf Jahja dari Partindo dan banyak lagi. Kemudian datang saudara Sumanang dan terus meminta saya ke Kantor Bagian Pers. Di sana telah berkumpul kawan-kawan saya sebutkan di atas. Kira-kira jam 11:00 kami diperkenalkan kepada Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kiai Haji Mas Mansur, dan Sartono,” ungkap Wangsa Widjaja dalam buku Bunga Rampai Nilai-Nilai Perjuangan Perintis Kemerdekaan di DKI Jakarta (1985).