Bangun Jam Empat Pagi, Cara Istri HOS Tjokroaminoto Ajarkan Ilmu Kedisiplinan pada Soekarno
Rumah Tjokroaminoto yang kemudian jadi tempat indekos para tokoh bangsa di Jalan Peneleh, Surabaya. (surabaya.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Haji Omar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto adalah nama besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Ia andal dalam segala bidang. Kadang kala sebagai orator ulung. Kadang pula sebagai mentor andal. Calon tokoh bangsa banyak yang kepicut. Dari Soekarno hingga Kartosoewirjo.

Mereka memilih indekos di rumah Tjokro. Ajian itu berhasil. Alih-alih hanya dapat ilmu dari Tjokro, nyatanya mereka mendapat ilmu dari istri Tjokro, Soeharsikin. Sang Ibu Kos mengajari mereka tentang ilmu kedisiplinan dengan bangun tidur tiap jam empat pagi saban hari.

Nyali Tjokroaminoto membela kaum bumiputra tiada dua. Ia tak takut ditangkap Belanda. Ia berani mencetuskan ide kemerdekaan bagi kaum bumiputra. Sekalipun kata merdeka kala itu masih tabu terucap. Keberanian Tjokro pun berbuah manis. Pengikutnya bejibun, sedang pengaruhnya makin menjadi-jadi.

Pengaruhnya itu dibuktikan dengan kepemimpinannya di Sarekat Islam (SI). Ia menjadi tokoh sentral yang mampu membawa SI sebagai organisasi massa terbesar dalam sejarah pergerakan nasional. Semuanya karena kemampuan Tjokro yang dapat menyatukan keragaman ideologi.

Nyala api perlawanan Tjokro pun menginspirasi banyak orang. Banyak orang tua yang ingin anaknya tumbuh dan hidup dengan Tjokro. Soekarno, Musso, Kartosoewirjo adalah beberapa di antaranya.

Kamar Soekarno dan kawan-kawannya kala indekos di rumah HOS Tjokroaminoto. (surabaya.go.id)

Mereka kemudian diizinkan Tjokro untuk logeer (mondok) di rumahnya di Jalan Peneleh, Surabaya. Kedekatan antara Tjokro dan anak kosnya pun tiada dua. Bak teman, Tjokro kerap mengajak anak kosnya dalam berdiskusi banyak hal. Dari sore hingga dini hari.

Alhasil, ilmu yang dimiliki Tjokroaminoto mampu terserap dengan baik dalam tiap sanubari calon tokoh bangsa. Pun pengalamannya itu membuat sosok Tjokro dikenang sebagai guru bangsa.  

“Dengan kemampuannya untuk menyerap keragaman dan keluasan pengikut, SI dengan segera menjadi perhimpunan bumiputra pertama yang memiliki cakupan nasional (lintas kepulauan), yang menyerukan ideologi nasional dengan warna agama. Dalam pidatonya di depan Kongres Nasional SI di Bandung (17 Juni 1916), Tjokroaminoto menyatakan: kita mencintai bangsa kita, dan dengan kekuatan dari agama kita (Islam), kita harus berjuang untuk bisa mempersatukan semua atau setidaknya mayoritas rakyat kita.”

“Dengan kebesaran pengaruhnya sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota, yang dianggap sebagai jelmaan Ratu Adil, Tjokroaminoto dikenal sebagai Guru Para Pendiri Bangsa. la menjadi mentor politik bagi tokoh-tokoh pergerakan dari segala aliran. Bahkan rumahnya menjadi tempat tinggal (indekos) sejumlah tokoh pendiri bangsa. Tokoh-tokoh terkemuka, yang mengembangkan ragam ideologi di kemudian hari, pernah tinggal atau setidaknya makan di rumah Tjokroaminoto. Mereka, antara lain, Soekarno, Musso, Tan Malaka, Kartosoewirjo, dan Abikusno Tjokrosoejoso,” ungkap Yudi Latif falam buku Mata Air Keteladanan (2014).

Pengaruh Istri Tjokroaminoto

Boleh jadi pengaruh Tjokroaminoto besar bagi para tokoh bangsa. Namun, tak melulu jejak Tjokro saja yang mengilhami perjuangan tokoh bangsa. jika dilirik lebih dalam, istrinya, Soeharsikin ikut ambil bagian dalam menggembleng perjuangan tokoh bangsa.

Sang Ibu Kos itu kerap menanamkan nilai-nilai kedisiplinan kepada anak yang mondok di rumahnya. Ia bahkan membuat ragam aturan yang mengharuskan untuk ditaati. Utamanya, perihal anak kos yang bersekolah diharuskan untuk tidur paling lambat jam 10 malam. Pun bangun tidur tidak boleh kurang dari jam empat pagi.

Aturan itu dibuat Soeharsikin supaya anak-anak kosnya dapat memiliki waktu luas untuk belajar dan mengaji Al Quran. Apalagi, pagi hari dianggapnya waktu yang tepat untuk ilmu pengetahuan dapat dengan mudah bersemayam dipikiran.

HOS Tjokroaminoto (duduk paling kanan berjas hitam) bersama tokoh-tokoh Sarekat Islam. (Wikimedia Commons)) 

Pengalaman itu diamini oleh Bung Karno muda yang kala itu bersekolah di Hoogere Burgerschool (HBS) Surabaya. Menurutnya, Ibu Tjokro memiliki peran penting untuk menjaga kedisiplinan anak kosnya. Apalagi perihal bangun pagi jam empat. Kebiasaan itu membuat Bung Karno mampu hidup disiplin di sepanjang perjalanan hidupnya.  

“Bu Tjokro adalah seorang wanita yang manis dengan perawakan kecil dan bagus. Dia sendirilah yang mengumpulkan uang makan kami saban minggu. Dialah yang membuat peraturan seperti, pertama, Makan malam jam sembilan dan baran siapa yang datang terlambat tidak dapat makan.”

“Kedua, anak sekolah sudah harus ada di kamarnya jam 10 malam. Ketiga, Anak sekolah harus bangun jam empat pagi untuk belajar. Keempat, Main‐main dengan anak gadis dilarang,” terang Soekarno sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2016).