Bagikan:

JAKARTA - Solo pernah punya pemimpin kesohor. Joko Widodo (Jokowi), namanya. Ia menjelma jadi figur yang berdiri di atas semua golongan. Ia dekat dengan warganya, kooperatif pula dengan mahasiswa. Namun, gambaran itu tak cukup kuat mengangkat namanya di peta politik nasional.

Semuanya berubah ketika mobil Esemka mengemuka. Jokowi menjelma laksana brand ambassador Esemka. Ia pun mendukung perjalanan Solo-Tangerang untuk uji coba emisi. Hasilnya, nama dan prestasi Jokowi tersebar di seantero negeri.

Jokowi sempat dianggap sebagai ‘aset’ berharga Kota Solo. Pria yang menjabat Wali Kota Solo itu banyak melakukan terobosan. Ia tak cuma membenahi infrastruktur, tapi ikut memperkuat identitas Solo lewat narasi The Spirit of Java.

Kepemimpinannya pun dirindukan. Warga menyukainya, mahasiswa apalagi. Terbukti dengan kemenangan Jokowi dua periode dalam Pilkada Kota Solo. Perolehan suaranya nyaris sempurna pada Pilkada 2010. Jokowi dan pasangannya F.X. Hadi Rudyatmo mendapat 90,09 persen suara. Artinya, Jokowi kembali dipercaya warga memimpin kembali Solo dari 2010 hingga 2015.

Sederet prestasi itu nyaris tak terdengar di nasional. Prestasi Jokowi hanya jadi ‘monopoli’ warga Solo semata. Padahal, narasi Jokowi pro rakyat sudah menjadi buah bibir di Jawa Tengah. Jokowi menganggapnya sebagai angin saja. ia tak terlalu peduli.

Ia terus bekerja untuk kemajuan Solo. Langkah itu membuat Jokowi mendukung langkah warga Solo yang berprestasi. Sukiyat, terutama. Pemilik bengkel Kiat Motor yang kerap mendamping siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) didukung Jokowi karena berhasil membuat mobil.

Presiden Jokowi didampingi Menperin Airlangga Hartarto melakukan tes drive mobil Esemka, usai peresmian pabrik perusahaan itu di Kab. Boyolali, Jateng pada 2019. (Setkab/Jay)

Sukiyat menamakan mobil buatannya dan anak-anak SMK sebagai Esemka. Pun beberapa purwarupa mobil telah dibuatnya. Jokowi makin kepincut. Ia lalu menjadikan mobil Esemka Rajawali R2 sebagai kendaraan dinas Wali Kota Solo pada 2012.

Jokowi pun lalu mendorong Esemka dipasarkan. Ia pun menginisiasi mobil Esemka untuk uji emisi di Tangerang pada 2012. Supaya layak jalan, pikirnya.

“Begitu juga ketika mobil Esemka dibawa ke Tangerang Selatan, Banten, untuk diuji emisinya di Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi Serpong. Semua pihak dapat melihat langsung prosesnya. Keterlibatan media dalam mendukung usaha Jokowi untuk menyempurnakan mobil Esemka agar layak jalan ini pun patut dihargai sehingga masyarakat dapat melihat langsung proses yang dilakukan.”

“Perjalanan mobil Esemka dari Solo ke Jakarta yang dikendarai Wakil Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo bersama anggota DPR RI asal Solo, Roy Suryo (kemudian jadi Menteri Pemuda dan Olahraga 2013-2014), terus diberitakan oleh beberapa wartawan yang juga ikut menjajal mobil tersebut. Hasilnya sangat mengejutkan. Semua berjalan lancar, tidak ada hambatan. Sembari keluar dari mobil Esemka sesaat setelah tiba kembali di Solo,” ungkap Yon Thayrun dalam buku Jokowi: Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker (2012).

Nama Jokowi Melejit

Boleh jadi di Tangerang Esemka tak lolos uji emisi gas buang. Namun, kegagalan itu tak lantas mematikan semangat segenap warga Solo. Kepulangan F.X. Hadi Rudyatmo dan Roy Suryo membawa Esemka disambut dengan gegap gempita. Bak ksatria yang baru pulang dari medan laga.

Efek domino kepulangan uji coba Esemka membuat nama besar Jokowi mencuat. Pemberitaan terkait pengaruh Jokowi sebagai duta Esemka ke mana-mana. Ucapan selamat kepada Jokowi bermunculan. Sebab, ia jadi tokoh sentral yang mampu menaikkan nama Esemka di jagat nasional.

Isu Esemka sebagai mobil nasional pun muncul. Mobil itu dianggap dapat melaju sukses tak seperti pendahulunya, Bimantara atau Timor. Alhasil, Jokowi bak ketiban durian runtuh. Alih-alih sebagai kendaraan dinas, Esemka nyatanya lebih cocok jadi kendaraan politik Jokowi.

Namanya santer terdengar ikut kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Apalagi di belakang Jokowi ada dua partai besar yang mendukungnya. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Purwarupa mobil Esemka Rajawali 1. (Wikimedia Commons)

Ajian itu berhasil. pengaruh Esemka mampu menjadikan Jokowi sebagai Gubernur Dki Jakarta periode 2012-2017. Namun, Jokowi hanya menjabat dua tahun saja. Kala itu Jokowi menantang dirinya ikut dalam kontestasi politik Pilpres.

Hasilnya, Jokowi terpilih sebagai Presiden Indonesia hingga dua periode dari 2014-2024. Semenjak itu, narasi Esemka akan segera mengaspal di jalanan Nusantara tak kunjung terealisasi. Sebagaimana yang dikatakan Mantan Presiden Indonesia ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie, mobil Esemka hanya dolanan saja.

“Istilah mobil Esemka, diakui atau tidak, memang menjadi kendaraan kampanye citra keberpihakan yang melaju dari Solo ke Jakarta, dari pentas politik lokal ke arena politik nasional. Sukses menaiki popularitas mobil Esemka, media mulai membuka situs-situs kebaikan Jokowi dalam memerintah kota Solo.”

“Terutama dalam dua hal: penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dilakukan secara damai, tanpa kekerasan oleh aparat pemerintah daerah Solo dan revitalisasi pasar tradisional menjadi lebih bersih dan bersahabat untuk masyarakat kecil. Kemudian kosakata ‘pasar tradisional’ dan ‘kaki lima’ menjadi viral di media sosial dan membawa citra penunggang mobil Esemka meraih popularitas di kalangan masyarakat menengah ke bawah,” terang Dadang S. Anshori dalam buku Bahasa Rezim: Cermin Bahasa dalam Kekuasaan (2020).