Belanda Sebut Lagu Indonesia Raya Tak Berbahaya dalam Sejarah Hari Ini, 18 Januari 1929
Penasihat Urusan Bumiputra Hindia-Belanda, Charles Olke van der Plas. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 94 tahun yang lalu, 18 Januari 1929, Penasihat Urusan Bumiputra Hindia-Belanda, Charles Olke van der Plas bersurat ke Gubenur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff. Ia mengungkap lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan pada Kongres Pemuda II tak istimewa.

Ia bahkan menyebut lagu Indonesia Raya yang diciptakan Wage Rudolf (W.R.) Soepratman tak berbahaya dan tak perlu ditanggapi berlebihan. Padahal, lagu Indonesia Raya kemudian mampu memantik semangat kaum bumiputra melawan Belanda.

Kongres Pemuda II adalah periode yang paling menentukan dalam sejarah bangsa. Kaum muda dari berbagai wilayah di Nusantara berkumpul di Clubgebouw (kini: Museum Sumpah Pemuda) Jalan Kramat Raya 106, Batavia (kini: Jakarta) pada 28 Oktober 1928.

Mereka memuat ikrar dan menetukan arah perjuangan melepas belenggu penjajahan. ikrar itu kemudian dikenal luas sebagai Sumpah Pemuda. Antara lain kaum muda berkomitmen bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia.

ikrar itu kemudian disambut dengan gegap gempita. Apalagi seorang pemuda pergerakan yang juga musisi, W.R. Soepratman menyumbangkan sebuah lagu perjuangan. Indonesia Raya, judulnya. Lagu itu mampu membakar semangat kaum muda untuk merdeka.

Pertitur lagu Indonesia Raya. (Wikimedia Commons)

Pun Kala itu lagu Indonesia Raya pertama kali didengar di muka umum. Kemudian, lagu Indonesia Raya tak pernah absen diperdengarkan dalam berbagai macam pertemuan pejuang kemerdekaan. Lagu itu acap kali berhasil membuat pejuang kemerdekaan bersatu melawan Belanda.

“Sejenak ia tegap berdiri menanti hilangnya suara tepuk tangan. Setelah suasana hening, mulailah ia memperlihatkan kebolehannya dalam bermain biola membawakan lagu ciptaannya. Selama kurang lebih lima menit alunan irama biolanya dengan penuh pesona memukau perhatian para hadirin.”

“Lalu sambil senyum ia membungkuk memberi hormat kepada publik yang menyambutnya dengan tepuk tangan gemuruh. Sebagian ada yang méngiringi dengan suitan, sebagian lagi mengiringi dengan pekikan yang meminta agar diulang. Dengan penuh rasa haru karena telah diberi kehormatan untuk memperdengarkan lagu ciptaan yang diharapkan akan dapat menjadi lagu kebangsaan pada saat yang bersejarah,” tulis Bambang Sularto dalam buku Wage Rudolf Soepratman (2012).

Boleh jadi lagu Indonesia raya mampu membakar semangat segenap rakyat Indonesia. Namun, tidak bagi Belanda. Penasihat Urusan Bumiputra, Charles Olke van der Plas sampai bersurat kepada Gubernur Jenderal De Graeff untuk membahas lagu Indonesia Raya.

Menurutnya, lagu Indonesia raya jauh dari kata magis. Bahkan, secara politik tidak berbahaya. Semua itu karena Van der Plas tak menganggap istimewa lagu Indonesia Raya. Buktinya tiada kejadian yang mengacam setelah lagu Indonesia Raya diperdengarkan di Kongres Pemuda II.

“Antara lain terdapat surat penasihat urusan pribumi Charles Olke van der Plas kepada Gubernur Jenderal De Graeff tanggal 18 Januari 1929. la menyampaikan pendapatnya bahwa dia tidak menemukan sesuatu yang istimewa dalam lagu yang telah beberapa kali dinyanyikan di Kongres Pemuda tanpa ada keberatan dari pihak polisi tersebut.”

Lagu dengan melodi Eropa yang dangkal (banal) dan syair yang pincang itu merupakan gambaran merosotnya selera (smaak). Dan secara politik tidak berbahaya,” ungkap Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil ‘Petite Histoire’ Indonesia Jilid I (2004).