JAKARTA – Sejarah hari ini, 93 tahun yang lalu, 8 Oktober 1929, Stasiun Kereta Api Beos (kini: Stasiun Jakarta Kota) resmi beroperasi. Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff (1926-1931) ada di baliknya. Ia tak saja meresmikan, tapi juga orang yang mendukung kehadiran Stasiun Beos sejak lama.
Sebagai bentuk kebahagiaannya, Gubernur Jenderal itu menanam kepala kerbau sebagai simbol peresmian. Gelaran acara peresmian pun sukses. Kehadiran stasiun Beos dianggap kemajuan dunia transportasi di Batavia (kini: Jakarta).
Batavia pernah dalam fase tak memiliki transportasi massal yang memadai. Kereta kuda dan sampan tak cukup banyak menampung warga Batavia yang lalu-lalang. Itupun waktu tempuhnya jauh dari kata efesien. Utamanya untuk jarak jauh.
Ketiadaan transportasi yang memadai membuat keuntungan Belanda di tanah koloni banyak terpangkas. Pemerintah Hindia-Belanda pun putar otak. Segala daya upaya dilakukan untuk menghadirkan transportasi massal yang efektif. Akhirnya, kehadiran kereta api jadi jawaban. Kereta api dianggap transportasi darat yang efektif.
Sarana dan prasarana disiapkan. Kehadiran kereta api jadi benda yang paling bermanfaat di Hindia-Belanda. Kereta api dapat membawa muatan barang dan manusia dalam jumlah banyak dalam satu waktu. Apalagi waktu tempuhnya berkali-kali lipat dibanding menggunakan kereta kuda.
Pemerintah kolonial pun mulai membuat jalur kereta api. Tercatat, jalur kereta api masuk Batavia pertama kali pada 15 September 1871. Jalur itu menghubungkan Batavia benedenstad (sekitar Glodok – Pinangsia – Stasiun Beos) ke Stasiun Gambir di Weltevreden (kini: kawasan sekitar Lapangan Banteng).
“Tanggal 31 Januari 1873 dibuka jalur sepanjang 60 KM menghubungkan Batavia-Buitenzorg oleh perusahaan kereta api swasta, NISM (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatshappij). Sedangkan jalur Batavia-Kerawang sepanjang 63 KM dibuka pada Agustus 1898.”
“Ketika rel-rel kereta api sudah dibangun untuk angkutan dalam kota, tetapi sementara itu masih harus menunggu lokomotif yang akan menariknya, maka rel-rel itu dipergunakan oleh tramways (trem),” ungkap Sejarawan Mona Lohanda dalam buku Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007).
Kereta api tak melulu disiapkan untuk jarak jauh, tapi juga jarak dekat. Karenanya, empunya kuasa mulai menargetkan banyak pembangunan stasiun di Batavia. Stasiun Batavia Zuid (Stasiun Batavia Selatan), salah satunya.
Stasiun itu dibangun pada 1870. Namun, bentuk bangunannya masih terlampau sederhana. Empunya kuasa pun tergerak melakukan renovasi pada 1926. Renovasi itu dilakukan supaya bangunan stasiun terlihat lebih modern.
Stasiun yang kemudian dikenal sebagai Stasiun Beos pun rampung. Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff terjun langsung untuk meresmikannya pada 8 Oktober 1929. Ia meresmikannya dengan menanam kepala kerbau sebagai tanda simbolis.
“Ada banyak versi mengenai asal muasal kata Beos ini. Yang pertama adalah Bataviasche Oosterspoorweg Maatschapij (maskapai angkutan kereta api Batavia), yang lainnya adalah Batavia En Omstreken (Batavia dan sekitarnya) yang artinya adalah stasiun yang menghubungkan Batavia dan kota-kota sekitarnya, yaitu Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Bandoeng (Bandung), Krawangsche (Karawang), dan lain-lain.”
“Sebelum dikenal dengan nama Stasiun Beos, stasiun ini dikenal dengan nama Batavia Zuid (Stasiun Batavia Selatan). Stasiun ini dibangun pada 1870 dan ditutup pada 1926 untuk renovasi menjadi bangunan yang lebih modern, dengan bantuan tangan dingin seorang arsitek jenius kelahiran Tulung Agung, Frans Johan Louwrens Ghijsels. Renovasi stasiun ini diselesaikan dua tahun kemudian, tepatnya pada 19 Agustus 1929, dan secara resmi beroperasi pada 8 Oktober 1929,” ungkap William Yang dalam buku Taipan: Lahirnya Para Konglomerat (2019).