JAKARTA – Rentang waktu 245 tahun yang lalu, 3 Oktober 1777, Gubernur Jenderal VOC Jeremias van Riemsdijk meninggal dunia. Kepergian Riemsdijk membawa kedukaan mendalam bagi segenap rakyat Batavia. Semasa hidupnya Riemsdijk dikenal sebagai Gubenur Jenderal yang royal karena kaya-raya.
Ia pun dikenal suka foya-foya dan tukang kawin. Kontroversi itu makin menjadi-jadi kala Van Riemsdijk menikahi wanita Indo-Belanda. Bukan Belanda totok. Karenanya, ia kerap berselisih paham dengan Dewan Gereja. Apalagi perkawinannya tak kunjung disahkan lembaga agama tersebut.
Hidup kerap terasa sulit di Negeri Belanda. Persaingan hidup begitu terasa. Apalagi untuk menjadi kaya-raya. Sudah tentu akan dianggap mimpi di siang bolong. Meminta bantuan keluarga yang kaya-raya untuk berkarier jelas bukan opsi. Itulah yang dirasakan Jeremias van Riemsdijk.
Pemuda asal Utrecht tak lagi kerasan lagi hidup di Negeri Kincir Angin. Ia ingin mengubah nasibnya. Bekerja dengan maskapai dagang Belanda VOC jadi satu-satunya pilihan. Ia rela hidup di Batavia (Kini: Jakarta) yang kerap disebut negeri antah-berantah. Asalkan mimpinya jadi kaya-raya terwujud.
Ia memulai karier dari bawah: sersan. Riemsdijk pun mulai menggoreskan mimpi untuk menjadi orang kaya. Kerja keras jadi ajiannya. Perlahan-lahan, ia mulai naik jabatan, bahkan hingga menjadi pedagang utama atau opperkoopman.
‘Ramuan’ kerja keras dan koneksi keluarga adalah resep penting perjalanan kariernya. Lagi pula, kala itu pamannya Adrian Valckenier menjabat sebagai Direktur Jenderal VOC, atau orang kedua di VOC setelah Gubernur Jenderal.
Riemsdijk lalu memperoleh koneksi kuat. Berkat itu, Riemsdijk dapat menjabat sebagai Direktur Jenderal VOC, kemudian Gubernur Jenderal VOC. kala itu, kegemarannya foya-foya pun bermula. Semasa hidupnya, ia pernah dilayani oleh 200 budak.
“Jeremias van Riemsdijk juga hidup bermewah-mewah. untuk memperingati promosinya sebagai direktur-jenderal, ia sengaja memesan sebuah kereta kaca dari Eropa, di samping ada beberapa lagi kereta dari berbagai model dan jenis. Menurut cerita, Van Riemsdijk mempunyai 200 orang budak. Dari banyak istri (5 kali kawin) dan banyak anak yang umumnya meninggal saat masih bayi, atau hanya mencapai umur 20-an.”
“Satu-satunya yang dapat mewarisi kekayaan sang ayah, adalah Willem Vincent Helventius van Riemsdijk. Anak Gubenur Jenderal ini, walau kata orang ‘rada bodoh’ toh bisa juga mencapai kedudukan sebagai Dewan Hindia pada tahun 1799. Keluarga Van Riemsdijk memiliki banyak tanah, salah satunya yang terletak di Tanah Abang dijual kepada pemerintah untuk digunakan sebagai pekuburan para petinggi VOC (Kini: Museum Taman Prasasti),” ungkap sejarawan Mona Lohanda dalam buku Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007).
Mimpi Reimsdijk sebagai orang nomor satu VOC akhirnya mencapai kenyataan pada 1775. Namun, usianya menjabat terlampau tua, 63 tahun. Ia cuma merasakan karier sebagai petinggi VOC sebentar saja. Sekalipun permusuhannya dengan Dewan Gereja tetap berlanjut karena perkawinannya tak mendapat restu.
Namun, kuasa Riemsdijk harus berakhir. Riemsdijk yang terkenal doyan wanita itu meninggal dunia pada 3 Oktober 1777. Kepergiannya membawa duka yang mendalam bagi segenap rakyat Batavia dan seluruh orang-orang yang berada di kawasan kekuasaan VOC.
“Van Riemsdijk dikenal doyan perempuan. la menikah lima kali dengan perempuan Indo. Anak-anaknya lahir dari perkawinan yang tidak disahkan gereja. Mereka diberi nama keluarga Kjidsmeir (dibaca dari belakang: Riemsdijk).”
“Riemsdijk menjual tanahnya seluas 5 hektar di Tanah Abang I yang oleh Pemerintah Kolonial Belanda dijadikan tempat pemakaman elite Belanda. Kini tempat itu dijadikan Museum Taman Prasasti. Riemsdijk meninggal tanggal 3 Oktober 1777,” terang Windoro Adi dalam buku Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi (2013).