Bagikan:

JAKARTA - Hari Ini, tiga tahun yang lalu, 2 Oktober 2019, Presiden Jokowi membuka peringatan Hari Batik Nasional. Acara itu dilaksanakan di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah. Dalam acara itu, Jokowi mengapresiasi perkembangan batik di Nusantara.

Jokowi pun mengagumi batik. Benda budaya itu telah dikenal dunia, katanya. Ia pun berterima kasih kepada masyarakat Indonesia, khususnya pengrajin dan pengusaha batik. Tanpa mereka, batik takkan bisa menjadi duta budaya Indonesia di luar negeri.

Batik pernah dianggap busana yang kurang cocok untuk kaum pria. Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin mengamini hal itu. Ia kerap menolak menghadiri acara resmi pemerintah DKI Jakarta, apalagi acara kenegaraan dengan batik. Kuatnya stigma batik sebagai busana kaum wanita jadi muaranya.

Pengusaha era Orde Baru, Abdul Latief menyadarkan Ali Sadikin. Menurutnya, batik dapat menjelma sebagai busana semua orang, asalkan dibuat dengan perpaduan corak yang menarik. Latief pun coba menantang Ali menggunakan batik.

Pria yang disapa Bang Ali itu menjawab tantangan. Ali menjadikan dirinya laksana duta batik. Pun batik digunakannya dalam segala macam aktivitas. Nyatanya, batik dapat membuat penggunanya tampil mentereng, pria atau wanita. Batik lalu dipilihnya sebagai busana nasional. Sekalipun aturan yang dibuat skalanya masih se-Jakarta.

Ilustrasi seorang perempuan sedang membatik. (Unsplash/Mahmur Marganti)

Gubenur yang menjabat pada 1966-1977 itu membolehkan orang mengenakan batik (lengan panjang) untuk menghadiri acara-acara resmi. Hasilnya gemilang. Jerih payah Ali Sadikin terbalaskan. Batik naik kelas. Apalagi batik mulai nyaman digunakan semua orang di seantero negeri. Tanpa Ali boleh jadi batik takkan dikenal di seantero negeri, bahkan dunia.

“Kelanjutan keputusan saya sebagai gubernur menetapkan kemeja batik lengan panjang sebagai pakaian resmi itu adalah bahwa pakaian seperti itu bisa diterima oleh masyarakat untuk pergi ke resepsi-resepsi, ke perkawinan dan sebagainya. Malahan para diplomat asing pun memakainya untuk pertemuan-pertemuan yang cukup meminta kesopanan,” ujar Ali Sadikin ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).

Tongkat estafet Ali Sadikin mengenalkan batik dilanjutkan oleh Presiden Jokowi. Ia membuka Peringatan Hari Batik Nasional di Istana Mangkunegaran pada 2 Oktober 2019. Pembukaan itu dilakukan Jokowi dengan optimisme tinggi. Ia menyebut Indonesia sudah berhasil dalam mengembangkan batik.

Ilustrasi corak batik Yogyakarta motif ceplok parang. Hari Batik Nasional diperingati setiap 2 Oktober, bertolak dari penetapan batik sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. (Wikimedia Commons)

Ia ingin industri batik Indonesia tak lantas berpuas diri. Batik harus terus berkembang, pikirnya. Supaya batik dapat menjadi duta budaya Indonesia di mata dunia. Apalagi pecinta batik mulai hadir di ragam negara di dunia.

“Kemarin saya kedatangan tamu, mantan Perdana Menteri Australia, Pak Malcolm Turnbull. Saya siapin batik. Saya minta beliau waktu bertemu dengan saya memakai batik yang sudah disiapkan Bu Iriana. Ternyata beliau pakai dan saya pangling karena memakai batik dan betul-betul, ya karena batiknya bagus. Sehingga betul-betul mengubah bahwa kelihatan beliau bukan dari Australia, kelihatan dari Solo itu.”

“Juga memanggungkan batik pada acara-acara internasional. Kita juga harus berani mengenalkan terus batik ke acara-acara internasional dan menjadikan batik sebagai duta budaya Indonesia pada masyarakat dunia,” kata Presiden Jokowi dalam peringatan Hari Batik Nasional tersebut, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.