Bagikan:

JAKARTA - Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 membawa kedukaan bagi rakyat Indonesia. Korbannya tak melulu sederet jenderal TNI Angkatan Darat (AD). Ajudan bahkan keluarga yang tak ada sangkut-pautnya dengan politik ikut jadi korban. Ade Irma Suryani, misalnya.

Putri bungsu Jenderal Abdul Haris (A.H) Nasution harus merenggang nyawa akibat peristiwa G30S. Ia terkena tembakan pasukan pemberontak. Ade Irma Suryani Dilarikan ke rumah sakit. Namun, lima hari setelahnya ia meninggal dunia.

Operasi penculikan jenderal-jenderal TNI AD telah diperhitungkan dengan matang. Pasukan yang acap kali disebut sebagai pemberontak mulai bersiap sejak malam di sepanjang 30 September 1965. Mereka berkumpul di Lubang Buaya untuk membuka operasi penculkan. Sasaran pasukan militer itu tak main-main.

Antara lain Menteri Pertahanan Jenderal A.H. Nasution dan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani. Sisanya adalah staf umum Angkatan Darat, mulai Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Harjono, Mayor Jenderal R. Suprapto, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiardjo, dan Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan.

Jenderal A.H. Nasution. (Wikimedia Commons)

Tujuh kelompok pasukan lalu disebar. Masing-masing memiliki tugas untuk mengangkut seorang jenderal. Rencana penculikan hampir berjalan mulus. Enam kelompok pasukan berhasil membawa target masing-masing. Hanya kelompok ketujuh mengalami kegagalan. A.H. Nasution yang menjadi ‘buruan penting’ berhasil melarikan diri dengan cara memanjat tembok rumah dan bersembunyi di rumah duta besar Irak.

Namun, pelarian itu harus dibayar mahal olehnya. Ajudannya Pierre Tendean ditangkap. Sedang anaknya, Ade Irma Suryani kritis ditembak pasukan pemberontak. Para pemberontak itu melihat sendiri bagaimana sedihnya istri A.H. Nasution, Johanna Sunarti menggendong Ade Irma Suryani yang terluka.

“Istri dari A.H. Nasution ketika mengetahui ada sejumlah orang bersenjata masuk secara paksa ke dalam rumah, segera mengunci pintu kamar dan memberi tahu Jenderal A. H. Nasution tentang adanya orang-orang berseragam yang mungkin bermaksud tidak baik. Beliau kurang yakin akan keterangan istrinya itu segera membuka pintu kamar. Ketika melihat pintu dibuka, anggota penculik segera melepaskan tembakan ke arahnya.”

“Dan seketika itu beliau menjatuhkan diri ke lantai, dan istrinya cepat-cept menutup dan mengunci kamar kembali.Tembakan pasukan penculik diarahkan langsung ke daun pintu kamar. Sementara itu, Ade Irma Suryani putri bungsu mereka yang berumur lima tahun oleh pengasuhnnya dilarikan keluar kamar dengan maksud hendak diselamatkan, tetapi seorang penculik melepaskan tembakan otomatis dan mengenai punggung Ade Irma Suryani,” ungkap Herman Dwi Sucipto dalam buku Mengurai Kabut Pekat Dalang G30S (2015).

Dilarikan Ke Rumah Sakit

Suasana mencekam tak cuma dirasakan segenap warga Jakarta, tapi juga keluarga A.H. Nasution. Mereka tak lagi memikirkan siapa dalang dari penculikan dan pembunuhan. Sebab, prioritas utama adalah menyelamatkan nyawa Ade Irma Suryani.

Anak yang masih berusia lima tahun itu segera dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Berita tertembaknya anak dari A.H. Nasution pun menyebar di antara para kolega. Keluarga Mayor Jenderal KPH (Kanjeng Pangeran Haryo) Soetarjo Soerjosoemarno dan Dolly Zegerius, salah satunya.

Kedua orang tua dari Japto Soerjosoemarno (orang nomor satu Pemuda Pancasila) mendapatkan informasi situasi mencekam itu dari adik ipar A.H. Nasution. Kekhawatiran terhadap kondisi Ade Irma Suryani menjadi-jadi. Apalagi antara istri Tarjo dan istri A.H. Nasution yang kuturan Belanda itu dikenal akrab.

Dolly segera menuju RSAD Gatot Soebroto untuk menjenguk Ade Irma Suryani. Ia menyaksikan bagaimana keluarga A.H. Nasution diliputi kesedihan. Tiada pembicaraan yang mengarah ke topik modus G30S.

Makam Ade Irma Suryani di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Istimewa)

Semua yang hadir di RSAD berharap Ade Irma Suryani yang sedang kritis lekas pulih. Dolly pun ikut berjaga sepanjang malam di RSAD menanti kesembuhan Ade Irma Suryani. Namun, malang tak dapat ditolak. Ade Irma Suryani pun menemui ajalnya setelah lima hari mendapatkan perawatan intensif.

“Situasi di jalan sangat menyeramkan. Dolly ragu-ragu sejenak apalah akan pergi ke rumah sakit sebelum masuk ke mobil. Dalam perjalanan, ia melihat mobil-mobil lapis baja menjulang di kiri-kanan, ia tidak tahu apakah mereka teman atau lawan. Yang cukup aneh, pada Jumat siang itu tak satu kali pun ia dihentikan, sopirnya dapat terus melaju begitu saja.”

Di rumah sakit militer, ia mendapati keluarga Nasution yang dipenuhi perasaan takut dan tawar hati. Si kecil Irma terkena tiga butir peluru di tulang belakangnya dan kehilangan banyak darah. Kondisinya kritis dan ia masih terbaring di unit perawatan intensif. Dolly ikut berjaga bersama keluarga itu sepanjang malam. Tarjo di rumah bersama anak-anak dan para pembantu, ia tak perlu khawatir dengan kehadiran pos militer di jalan mereka,” terang Dolly Zegerius sebagaimana ditulis Hilde Janssen dalam buku Tanah Air Baru, Indonesia (2016).