Bagikan:

JAKARTA - Pengeboman Surabaya 2018 adalah salah satu tragedi terkelam Indonesia. Satu keluarga teroris melakukan aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya. Pelaku pun dikait-kaitkan berasal dari kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Namun, belum selesai teror bom gereja, sehari setelahnya keluarga teroris lain melanggengkan pengeboman. Markas Polrestabes Surabaya jadi target aksi bom bunuh diri. Akibatnya, empat orang yang notabene pelaku pengeboman meninggal. Sisanya 10 orang luka-luka.

13 Mei 2018 jadi penanda duka di Surabaya. Satu keluarga teroris melancarkan aksi bom bunuh diri di tiga gereja. Satu keluarga itu antara lain Dita Oepriarto (suami), Puji Kuswati (istri), dan anak-anaknya dengan inisial Famela Rizqita, Fadhila Sari, Firman Alim, dan Yusuf Fadhil.

Presiden Jokowi meninjau kondisi Gereja Pentakosta Pusat di Surabaya usai diserang aksi bom bunuh pada 13 Mei 2018. (Twitter/@KemensetnegRI)

Mereka membagi peran masing-masing. Ledakan pertama yang terjadi di Gereja Katolik Santa Maria pada pukul 06:30 WIB adalah tugas Firman Alim dan Yusuf Fadhil. Keduanya diketahui mengendarai sebuah motor dan masuk hingga halaman gereja. Keleluasaan itu membuat mereka melangsungkan bom bunuh diri yang mengakibatkan tujuh orang tewas, dua di antaranya adalah pelaku.

Ledakan kedua yang terjadi di Gereja Kristen Indonesia (GKI) dilakukan oleh Puji Kuswati yang mengajak serta dua putrinya, Famela Rizqita dan Fadhila Sari. Akibatnya tiga tewas. Semuanya adalah pelaku bom bunuh diri.

Ledakan ketiga dilakukan oleh Dita Oeprianto di Gereja Pentakosta Pusat pada pukul 07:53 WIB. Ia melanggengkan bom bunuh diri tepat setelah menurunkan istri dan kedua putrinya di GKI. Bom bunuh diri dilakukan Dita dengan cara menabrakkan mobil yang dikendarainya ke arah gereja.  Peristiwa itu membuat Dita dan tujuh lain tewas.

Presiden Jokowi bertemu Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini saat meninjau kerusakan akibat bom bunuh diri pada tiga gereja di Surabaya pada 13 Mei 2018. (Twitter/@KemensetnegRI)

“Ledakan bom di tiga gereja di Surabaya (13 Mei 2018). Terjadi ledakan akibat aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya yaitu Gereja Katolik Santa Maria, Gereja Pentakosta di Jalan Arjuna, dan GKI di Jalan Diponegoro. Pelaku bom bunuh diri merupakan satu keluarga yang terdiri dari enam anggota dan seluruhnya telah meninggal dunia.”

“Kepala keluarga bom bunuh diri yang bernama Dita merupakan pemimpin JAD Surabaya. Warga Surabaya yang meninggal akibat ledakan bom tersebut mencapai dua belas orang dan puluhan lainnya luka-luka,” ungkap Suhardi Elius dalam buku Memimpin dengan Hati: Pengalaman sebagai Kepala BNPT (2019).  

Polrestabes Surabaya Dibom

Pengeboman tiga gereja di Surabaya membawa kedukaan yang mendalam bagi segenap rakyat Indonesia, khusus warga Jawa Timur. Mereka mengutuk tindakan pengeboman yang dilakukan oleh teroris. Apalagi mereka melibat keluarga pula. Namun, rakyat Indonesia sudah dipaksa berduka kembali esok harinya pada 14 Mei 2018.

Sekeluarga teroris kembali melakukan aksi pengeboman dengan menjadikan Markas Polrestabes Surabaya sebagai target utama. Bom pun meledak di depan gerbang Polrestabes Surabaya pada pukul 08:30 WIB.

Kepolisian setempat mengungkap pelaku bom bunuh diri menggunakan dua sepeda motor, tiga orang pria dan satu wanita. Berdasarkan rekaman CCTV pelaku bom bunuh diri mencoba memanfaatkan celah masuk ke halaman Polresta dengan menyerobot antrian minibus masuk di pos pemeriksaan.

Korban tewas akibat serangan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya pada 14 Mei 2018. (Antara/Rendra Pradhana)

Bom pun meledak di gerbang masuk itu. Akibatnya, empat orang dari pelaku bom bunuh diri tewas. Sedang korban luka-luka mencapai 10 orang. Anggota kepolisian empat orang, sisanya warga sekitar enam orang.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kini: Menteri Dalam Negeri Indonesia) angkat bicara. Ia mengungkap pelaku pengeboman adalah bagian dari JAD. Karenanya, motif pelaku pengeboman diduga karena pucuk pimpinan JAD, Aman Abdurrahman ditangkap polisi. Sebagai bentuk balas dendam, sekelompok teroris itu melakukan pengeboman di Surabaya.

“Satu keluarga lainnya, pengikut JAD yang juga terkoneksi dengan aktivitas Dita, suami, isteri dan anak, telah melakukan serangan terorisme dengan menggunakan 2 sepeda motor di pintu masuk Mapoltabes Surabaya, yang menyebabkan 4 orang tewas, termasuk si pelaku, Tri Murtiono, selain yang luka-luka.”

Tangkapan layar CCTV saat pelaku bom bunuh diri berusaha menerobos masuk halaman Polrestabes Surabaya pada 14 Mei 2018. (Istimewa)

“Kedua keluarga teroris pelaku peledakan bom dan bom bunuh diri yang melibatkan perempuan, isteri dan anak-anak mereka, adalah hasil binaan Kholid Abu Bakar. Kholid adalah anggota JAD yang sembilan bulan berada di Turki, dalam upayanya untuk bisa masuk ke Suriah, sebelum akhirnya dideportasi ke Indonesia pada Januari 2017. la merupakan ideolog, pengajar doktrin terorisme, kepada ketiga kedua pelaku bom bunuh diri di Jawa Timur tersebut,” ujar Poltak Partogi Nainggolan dalam buku Kekhalifahan ISIS di Asia Tenggara (2019).