Bagikan:

JAKARTA - Eksistensi Brasil sebagai tuan rumah Piala Dunia 2014 penuh dinamika. Pemerintah Brasil dianggap tidak kompeten untuk hajatan sepak bola dunia. Korupnya pemerintahan jadi musabab. Mosi tidak percaya menyebar ke mana-mana.

Namun, semua berubah ketika seisi Brasil menyambut penyelenggaraan itu dengan gegap gempita. Ornamen-ornamen kebesaran Brasil terlihat di hampir seluruh penjuru kota. Semangat itu kemudian diramu FIFA dan Adidas menjadi sebuah bola resmi. Brazuca, namanya.

Pemerintah Brasil terkenal korup. Banyak kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat di seantero Brasil. Kebanyakan kasus berakhir tanpa penyelesaian. Imej buruk pemerintah Brasil pun berimbas kepada pelaksanaan Piala Dunia 2014.

Eksistensi Brasil sebagai tuan rumah diragukan banyak pihak. Bahkan, oleh orang Brasil sendiri. Ketiadaan kepercayaan kepada pemerintah mengelola dana Piala Dunia jadi muaranya. Namun, rakyat Brasil mencoba bergerak sendiri. Mereka coba mengalihkan perhatian dunia dengan semaraknya seisi Brasil menyambut Piala Dunia.

Kampung-kampung kumuh di Brasil mencoba untuk memantaskan diri. Mural-mural Piala Dunia bertebaran di mana-mana. Ornamen-ornamen Piala Dunia pun hadir di setiap sudut kota. Keberanian orang Brasil bukan tanpa dasar. Brasil telah kesohor sejak lama sebagai pecinta sepak bola sejati.

Bola resmi Piala Dunia 2014 Brasil, Brazuca. (fifa.com) 

 Mereka menganggap sepak bola bukan cuma perkara olahraga yang melulu memeras keringat. Lebih dari itu, sepak bola adalah gambaran orang Brasil menjalani kehidupan. Alias, Sepak Bola sampai diyakini sebagai satu-satunya jalan untuk mengubah kehidupan dan terlepas dari jeratan kemiskinan.

“Tidak ada satu pun negara di dunia yang diidentikan dengan satu cabang olahraga kecuali Brasil dengan sepak bola. Begitu pentingnya sepak bola bagi Brasil, ia tak pernah sekadar sebagai olah raga. Sepak bola adalah gambaran dari cara orang Brasil menjalani hidupnya.”

“Pemain lahir dan melatih keterampilan di jalanan sempit favela. Mereka berlari kencang ke seluruh penjuru dunia untuk meninggalkan kemiskinan yang mendera. Gocekan ritmik dan trik cerdik mengelabui lawan didapat dari musik samba dan seni bela diri kapoeira, keahlian yang harus mereka pelajari dan kuasai untuk bisa berkelit dan bertahan dari hidup yang brutal,” terang Darmanto Simaepa dalam buku Dari Belakang Gawang (2021).

Brazuca Lahir

Semangat rakyat Brasil dalam ‘menghidupi’ Piala Dunia 2014 tiada dua. Federasi Sepak Bola Internasional, FIFA dan pemasok bola resmi Piala Dunia, Adidas mencoba mengadaptasinya menjadi bola resmi. Empunya kuasa kala itu cukup hati-hati menghadirkan bola resmi baru.

Pengalaman yang tak mengesankan dengan bola resmi Jabulani dalam gelaran Piala Dunia 2010 adalah muaranya. Jabulani mendapat kritik pedas dari berbagai pihak. Bahkan, ada yang menyematkan predikat Jabulani sebagai bola terburuk.

FIFA dan Adidas pun hati-hati. Mereka pun mencoba melakukan ragam terobosan. Mereka lalu melibatkan 600 pemain top dunia dan 30 tim di 10 negara di tiga benua. Semangat rakyat Brasil itulah yang jadi latar belakang. Akhirnya sebuah bola resmi yang diklaim paling sempurna oleh banyak ahli pun lahir. Brazuca, namanya.

Brazuca disebut-sebut sebagai bola resmi Piala Dunia paling berwarna. (fifa.com)

Kehadiran Brazuca menjadi representasi dari kecintaan orang Brasil dan sepak bola. Sebuah bola resmi yang kemudian dianggap mewakili sikap kebanggaan, niat baik, dan emosi. Bola itu diperkenalkan langsung kepada publik di Rio de Jeneiro pada 29 Mei 2014. Bola yang didominasi warna putih, oranye, hijau, dan biru berhasil memikat mata dunia. Dari fase grup hingga final Piala Dunia 2014.

“Maka, menamai bola resmi pesta sepakbola dunia 2014 dengan nama Brazuca sebenarnya jadi hal yang masuk akal. Terlebih desain bola Brazuca sendiri, yang bisa dikatakan sebagai bola Piala Dunia paling colorful sepanjang sejarah, dengan tepat menggambarkan ekspresi kebudayaan Brasil yang memang penuh warna, ceria, ekspresif, spontan, memuja suka cita, mengagungkan pesta-pesta yang dirayakan secara komunal.”

“Warna-warni dalam Brazuca merepresentasikan, sampai batas tertentu, cara orang Brasil menikmati hidup dan sepak bola. Para suporter Brasil bukan dikenal dengan kultur hooliganisme, ultras, atau kasual, yang cenderung menutup diri, menjaga kerahasiaan, dan agresif pada pihak lawan. Ekspresi para suporter Brasil cenderung terbuka, ekspresif, penuh suka cita. Dari dandanan pun sudah terlihat, mereka menggunakan wig dengan warna-warni ngejereng, membawa drum, bahkan kadang para suporter perempuannya mencat anggota tubuh vitalnya dengan warna-warni,” ungkap Fajar Rahman dalam buku Brazillian Football and Their Enemies (2014).