Megawati Soekarnoputri Sebut Indonesia Korban Utama Terorisme dalam KTT APEC di Los Cabos, Meksiko 26 Oktober 2002
Presiden Megawati Soekarnoputri (belakang kiri) berfoto bersama para pemimpin negara dalam KTT APEC di Los Cabos, Meksiko pada 26 Oktober 2002. (VNA)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, 20 tahun yang lalu, 26 Oktober 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Los Cabos, Meksiko. Kehadirannya membawa pesan penting kepada dunia.

Anak dari Bung Karno itu menegaskan Indonesia adalah korban utama terorisme lewat bom Bali. Menurutnya pelaku teror tak boleh menang. Karenanya, Megawati meminta kepada seluruh negara anggota APEC untuk membatalkan larangan kunjungan ke Indonesia.

Popularitas Pulau Bali sebagai andalan pariwisata Indonesia tiada dua. Pelancong dari berbagai belahan dunia menganggap Bali punya daya tarik lebih. Dari deretan pantai indah, alam, hingga budaya. Narasi itu yang membuat Bali kian populer.

Namun, kepopuleran Bali ingin coba dimanfaatkan untuk maksud jahat. Sekelompok teroris ingin menyebarkan teror kepada dunia dengan cara melakukan pengeboman di Bali. Tak main-main. Bom pun meledak di tiga tempat berbeda pada 12 Oktober 2002. Antara lain di Sari Club, Paddy’s Pub, dan di dekat kantor Konsulat Amerika Serikat.

Megawati Soekarnoputri. (Perpusnas)

Peristiwa itu membawa kedukaan yang mendalam bagi segenap rakyat Indonesia. sebab, ratusan orang kelihangan nyawa. Korban didominasi oleh turis Australia dan warga setempat. Orang nomor satu Indonesia, Megawati langsung mendatangi Bali di hari yang sama.

Ia mencoba meninjau langsung lokasi pengeboman. Ia menyampaikan duka cita. Tak hanya Megawati, rasa kesedihan yang mendalam juga diucapkan mantan Presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid. Ia menyebut Bom Bali adalah tragedi yang sangat besar.

“Dari perspektif kemanusiaan, peristiwa Bom Bali adalah tragedi sangat besar, baik dari jumlah korban yang mencapai 200-an orang, maupun yang menyangkut masa depan kemanusiaan. Pada era kemajuan teknologi, manusia justru semakin sulit bernapas. Ini terbukti dengan semakin rapuhnya nilai kemuliaan dan kemerdekaan manusia.”

“Bau amis darah, harga nyawa, dan epidemi iblis sudah menjadi bagian dari keseharian sebuah negeri, yang konon, terkenal ramah dan penyayang. Padahal, dalam perspektif Islam, menghilangkan satu nyawa sama dengan menghancurkan seluruh kehidupan, sebaliknya memberikan kehidupan untuk satu nyawa orang maka seakan-akan menghidupkan seluruh denyut kemanusiaan,” ungkap mantan Presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagaimana ditulis Maman Imanulhaq Faqieh dalam buku Fatwa dan Canda Gus Dur (2010).

Peristiwa Bom Bali pun dianggap sebagai tragedi kemanusiaan yang harus disikapi. Presiden Megawati Soekarnoputri pun tak tinggal diam. Ia secara khusus dalam berbagai kesempatan mengajak seluruh negara ikut berpartisipasi dalam melawan terorisme.

Kehancuran di kawasan Kuta, Bali setelah terjadi peristiwa pengeboman pada 12 Oktober 2002 dengan ratusan korban jiwa, yang kemudian dikenal sebagai Bom Bali I. (Twitter/@National Museum Australia)

Penyataan itu didengungkan kembali oleh Megawati Soekarnoputri dalam KTT APEC di Meksiko pada 26 Oktober 2002. Megawati juga menyebut Indonesia adalah korban utama terorisme. Ia berharap negara-negara dalam KTT APEC segera mencabut larangan berkunjung ke Indonesia.

“Dalam pertemuan APEC di Meksiko pada 26 dan 27 Oktober 2002, Presiden Megawati mengimbau ke para kepala negara untuk segera membatalkan travel ban dan travel advisories yang dikenakanterhadap warga negara mereka setelah ledakan bom di Bali.”

“Pasalnya, dengan memberlakukan langkah-langkah tersebut, akan terjadi kepanikan sosial dan politik, yang akan menguntungkan teroris dan akan mendorong perbuatan teror lainnya di masa mendatang,” ungkap Setyanto P. Santosa dalam buku Fast Learner (2019).