Memori Ramadan: Bacharuddin Jusuf Habibie Bicara Keistimewaan Puasa
Dua mantan Presiden Republik Indonesia, Almarhum BJ Habibie dan Almarhum Gus Dur. (geheugen.delpher.nl)

Bagikan:

JAKARTA - Bulan Ramadan adalah momentum tahunan yang selalu ditunggu-tunggu almarhum mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Ia menyakini bulan puasa sebagai ajian Sang Pencipta untuk menguji hambanya.

Lewat berpuasa, misalnya. Manusia diuji kesabarannya dalam menahan hawa nafsu dan lapar. Karenanya, berpuasa jadi rutinitas yang paling menyenangkan bagi Habibie. Istimewanya puasa buat Habibie lebih rileks menjalani hari-hari. Puasa menjauhkan kepada hal jahat, dan mendekatkannya dengan kebaikan.

Habibie tak pernah setengah-setengah dalam merayakan bulan Ramadan. Baginya, Ramadan adalah bulan penuh berkah. Sebulan penuh umat manusia mendedikasikan dirinya untuk menjalankan ibadah. Habibie pun berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Dari menyucikan badan hingga pikiran. Segala pikiran jahat harus dibendung. Demikian pula dengan laku hawa nafsu.

Semua itu sebisa mungkin ditahan. Artinya dalam bulan puasa pikiran harus bersih. Tidak boleh kotor, apalagi diselimuti oleh tipu daya. Bulan puasa jadi momen untuknya menyucikan diri. Atau dalam bahasa Habibie, bulan Ramadan adalah momentum bagi umat Muslim untuk mengisi kembali baterai kebaikan.

Bacharuddin Jusuf Habibie. (Wikimedia Commons)

Habibie pun meyakini manfaat hadirnya bulan Ramadan tak melulu dari segi kedekatan dengan Sang Pencipta. Ada manfaat lain yang didapat olehnya. ibadah sholat lima waktu dan tarawih jadi andalannya untuk tetap bugar dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sebab, gerakan sholat banyak memberi ruang bagi darah untuk mengaliri ke dalam tubuh.

Aktivitas puasa dan sholat pun dapat membuat tubuhnya menjadi bugar. Itulah jadi kunci kebugaran Habibie saat menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Wakil Presiden, hingga Presiden Republik Indonesia periode 1998-1999.

“Tiap hari saya sholat di situ saya menemukan ketenangan, membersihkan pikiran. Sedangkan, gerakan sholat itu pun merupakan latihan. Kepalanya ke bawah. Pada waktu itu darah bersirkulasi ke kepala. Otak mendapat aliran darah. Sewaktu sujud itu, biasanya saya lama di bawah, sekitar satu menit. Setelah sholat saya merasa fresh. Karena pengaruh sholat itu.”

“Karena gerakannya juga karena pikirannya. Saat itu kita tidak memikirkan sesuatu yang ruwet. Sebab, Tuhan itu tidak ruwet, very simple, clean, and clear. Otak kita seperti dibersihkan. Dengan melaksanakan sholat lima kali itu, dan beberapa kali sholat tahajud, serta puasa Senin-Kamis, maka saya tidak diisi hanya secara biotek saja, dengan kalori, protein, karbohidrat dan gula. Isi baterai yang paling besar ialah ketika bulan Ramadan itu Saya kira setiap orang Islam harus melaksanakannya,” ungkap Habibie dalam buku The Power of Ideas (2018).

Habibie Juga Puasa Sunah

Puasa banyak manfaatnya. Habibie pun sadar benar hal itu. Sewaktu hidup di Jerman, ia pun sering mengajak sahabatnya, K.L. Laheru untuk berpuasa. Sekalipun Laheru beragama Kristen. Habibie menjelaskan kepada Laheru bahwa puasa-puasa itu penuhdengan muatan kebaikan. Habibie pun membujuk Laheru: Du must mit mir fasten, es ist gut fur dic (kau harus ikut puasa dengan saya, itu baik bagimu).

Habibie pun menjelaskan keistimewaan puasa dalam berbagai hal. Laheru pun ikut ketagihan dalam berpuasa. Ia dapat merasakan manfaatnya. Laheru jadi banyak mengenal dirinya sendiri. Ia lebih peduli apa yang dicarinya dalam hidup, ketimbang ikut larut pada persoalan-persoalan yang tak begitu penting.  

Pun aktivitas berpuasa nyatanya tak cuma dilakoni Habibie menjelang bulan puasa saja.  Ia terhitung aktif menjalankan puasa sunah: puasa Senin-Kamis. Tujuannya jelas. Habibie ingin mendapatkan pahala dan rida dari Tuhan. bonusnya, Habibie dapat sehat secara jasmani dan rohani.

Kesukaan Habibie dalam melanggengkan puasa Senin-Kamis membuatnya memiliki ide nyentrik bahwa agenda menahan lapar itu dapat menyelamatkan perekonomian bangsa. Apalagi kala ia menjabat sebagai orang nomor satu Indonesia, kondisinya sedang krisis.

“Karena dengan berpuasa Senin-Kamis, setiap orang menghemat 20 kilogram beras, karena tiap manusia sekali makan memerlukan 200 gram kalori dalam satu porsi beras. Maka dalam waktu 52 minggu, dalam satu tahun, manusia menghemat 20 kilogram.”

Bacharuddin Jusuf Habibie juga rajin puasa Senin-Kamis. (Wikimedia Commons)

“Kalau yang berpuasa satu juta orang, maka akan dihemat 20 ribu ton beras setahun. Jika 150 juta yang berpuasa, kita akan menghemat 3 juta ton. Ini berarti sama dengan jumlah beras yang harus kita impor,” terang Habibie sebagaimana ditulis A. Makmur Makka dalam buku Inspirasi Habibie (2020).

Habibie mengungkap puasa lazimnya telah dikenal dalam tiap kebudayaan yang ada di dunia. Alias semua orang dapat melanggengkan puasa. Puasa hanya masalah pembiasaan belaka. Yang mana, jika rakyat Indonesia mau melanggengkan puasa Senin-Kamis, ajian itu akan menghemat beras. Namun, rakyat itu menganggap solusi itu sebagai siasat kontoversial.

Sebagai solusi untuk meredam krisis, puasa Senin-Kamis jelas tak dapat diterima. Lagi pula solusi itu dianggap bentuk kemalasan pemerintah dalam meramu kebijakan. Akan tetapi, semua akan satu suara ketika Habibie menyebut puasa Senin Kamis dapat memengaruhi seseorang dalam berpikir kreatif. Untuk mendapatkan ketenangan, terutama.

"Saya terus bekerja, tapi di dalam sini (sambil menunjuk dadanya) masih ada masalah. Sebab itu, saya shalat lima waktu sehari, shalat tahajud, dan berpuasa. Dari sana saya memperoleh ketenangan. Tidak mungkin orang bisa berbakti kalau tidak ada ketenangan. Karena itu, saya kembalikan ketenangan itu lewat puasa,” tutup Habibie dikutip A. Makmur Makka kembali dalam buku lainnya berjudul The True Life of Habibie: Cerita di Balik Kesuksesan (2008).