Bagikan:

JAKARTA - Hari ini 140 tahun yang lalu, 21 Maret 1882, pemerintah kolonial Hindia Belanda meresmikan jalur kereta api Bogor-Sukabumi. Peresmian itu dilakukan oleh perusahaan milik pemerintah Staatsspoorwegen (SS). Iming-iming keuntungan melimpah ada di baliknya. Kehadiran jalur kereta api baru buat Belanda dapat menyingkat waktu pengiriman komoditas ekspor. Belanda pun untung besar.  Karenanya, kehadiran jalur Bogor-Sukabumi dianggap sebagai simbol kemajuan zaman.

Tanam paksa adalah periode paling menentukan dalam penjajahan Belanda di Nusantara. Belanda memeras kaum bumiputra bak sapi perah sejak 1830-1870. Mereka dipaksa untuk menanam tanaman kualitas ekspor. Antara lain tebu, kopi, cengkeh, kayu manis, lada, beras, gula dan tembakau.

Semua komoditas itu mampu menjanjikan keuntungan bagi Belanda. Lagi pula, Belanda sengaja melibat kaum priayi untuk mengawal keberlangsungan sistem tanam paksa itu. Kaum priayi dijanjikan keuntungan melimpah dari tugasnya memeras keringat bangsa sendiri. Dengan kata lain, mereka bertindak lebih Belanda dibanding orang Belanda asli.

Kereta api di Sumatra Barat pada masa Hindia Belanda. (Foto: Wikimedia Commons)

Pemerintah kolonial sendiri juga tak dapat diharapkan. Mereka tak mau peduli dengan nasib kaum bumiputra. Satu-satunya yang mereka pikirkan hanya keuntungan belaka. Sebab, berkat tanam paksa Belanda kaya raya dan mampu membayar utang-utangnya. Dalam kurun waktu 1831-1837, pemerintah kolonial telah mengirim sebanyak 832 juta gulden.

Jumlah itu makin tahun, makin meningkat. Setelahnya, Belanda menggunakan uang hasil tanam paksa membuat pelabuhan, pusat industri, dan yang terpenting membuat jalan kereta api. Transportasi massal itu dianggap mereka sebagai instrumen yang mampu menghadirkan keuntungan melimpah sejak kehadirannya pada 1864.

“Sebetulnya, dibutuhkan 25 tahun, setelah dekrit kereta api pertama dari raja untuk Hindia Belanda untuk membangun rel besi 25 kilometer yang pertama di tanah jajahan itu, dan dibutuhkan sepuluh tahun lagi untuk membangun 300 kilometer berikutnya. Semuanya di Jawa. Dengan langkah-langkah berat dan lambat, bukan dengan nyaman sebagaimana disarankan oleh Majalah Kopiist, kereta api di Hindia Belanda akhirnya muncul.”

Stasiun Bogor pada masa kini. (Foto: Istimewa)

“Pada tahun 1882, menurut kata kata sebuah komisi khusus dari Indisch Genootschap yang terpelajar, kereta api dan ‘rel-rel kereta kecil,’ yakni trem-trem, juga di Hindia Belanda, terbukti merupakan yang paling bermanfaat dari temuan-temuan sekarang ini, kemenangan paling mengagumkan oleh manusia atas waktu dan jarak, insentif paling kuat untuk bekerja keras, pertukaran nilai-nilai, dan peradaban,” ungkap Rudolf Mrázek dalam buku Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni (2006).

Setelahnya, usaha menghadirkan kereta api ke seluruh pelosok negeri dilakukan dengan masif. Pemerintah Hindia-Belanda lewat payung perusahaan Staatsspoorwegen (SS) mulai membuka banyak jajur kereta api. Jalur kereta api Bogor-Sukabumi, salah satunya.

Kehadiran jalur ini tak melulu menjanjikan keuntungan yang besar, tapi juga dapat menjadi transportasi massal yang efektif. Orang-orang di Hindia-Belanda pun dimudahkan bepergian ke luar daerah. Apalagi, jarak tempuhnya relatif singkat, dibanding menggunakan transportasi tradisional seperti kereta kuda dan lain sebagainya.

Pembangunan jalur kereta api pada masa Hindia Belanda di Indonesia. (Foto: Wikimedia Commons) 

“Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteraan penduduk pribumi hanya berkaitan dalam proyek-proyek infrastruktur. Misalnya, perluasan jaringan rel kereta api dan trem. Pada tahun 1867, jaringan rel kereta api di seluruh wilayah Hindia Timur Belanda hanya mencapai panjang kira-kira 25 kilometer.”

“Dan pada tahun 1873 hanya sekitar 260 kilometer. Tetapi setelah itu terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1930, jaringan rel kereta api dan trem sudah mencapai panjang 7.425 kilometer,” tutup Sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008).

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.