GP500 Indonesia 25 Tahun Lalu di Sirkuit Sentul Ditonton 400 Juta Orang di Seluruh Dunia
Pebalap MotoGP legendaris asal Italia, Valentino Rossi masih berkiprah di kelas 125 cc saat turun berlomba dalam GP500 Indonesia 1997 di Sirkuit Sentul. (Foto: MotoGP)

Bagikan:

JAKARTA - Kepedulian Presiden Soeharto pada dunia olahraga tak perlu diragukan. Ia menyadari olahraga adalah alat perjuangan yang ampuh untuk menaikkan martabat bangsa di mata dunia. Segala bentuk dukungan moral dan material diberikan. Soeharto bahkan acap kali memberi restu penyelenggaraan event olahraga dunia. GP500 (Kini: MotoGP) Sentul 1996-1997, misalnya. penyelenggaraan itu bawa banyak efek positif. Selain memotivasi pembalap lokal, GP500 Sentul mampu mengangkat promosi wisata Indonesia.

Prestasi olahraga Indonesia cukup menonjol era Pemerintahan Soeharto. Keterampilan atlet Indonesia di panggung olahraga dunia tak perlu diragukan. Peran besar Pemerintahan Soeharto ada di baliknya. Karenanya, Indonesia mampu mencatatkan namanya sebagai pemenang, terutama di Asia Tenggara.

Indonesia dapat merajai penyelenggaraan Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games) sejak pertama kali bergabung pada 1977. Sebelumnya, SEA Games sendiri adalah kelanjutan dari SEAP (Southeast Asian Peninsular) Games sejak 1959. Sepanjang era pemerintahan Soeharto, Indonesia telah ambil bagian dalam SEA Games sebanyak 11 kali. Dari 1977 hingga 1997.

Gaya Valentino Rossi saat memenangi kelas 125 cc dalam GP500 Indonesia 1997 di Sirkuit Sentul. (Foto: LAT Images)

Prestasi Indonesia pun memukau. Posisi Indonesia sebagai pemuncak hanya dua kali digoyang oleh Thailand: 1985 dan 1995. Sisanya Indonesia selalu keluar jadi jawara. Rekor itu jadi bukti pengaruh dan konsistensi Soeharto mendukung dunia olahraga begitu besar. Soeharto pun sampai menetapkan Hari Olahraga Nasional pada 9 September 1983.

Penetapan itu sebagai bentuk apresiasi kepada atlet nasional yang sudah mengharumkan nama Indonesia. Setelahnya, Soeharto mengembangkan Gagasan Keolahragaan Nasional. Demi mencetak atlet berkualitas, katanya. Konsep mengolahragakan masyarakat dan memasyarakat olahraga muncul. Kemudian, diubah menjadi sebaliknya. Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.

“Konsep tersebut kemudian dikomunikasikan M.F. Siregar kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Daoed Joesoef. Ketika itu Siregar menjabat sebagai Direktur Keolahragaan/Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. Membaca slogan tersebut: Mengolahragakan Masyarakat dan Memasyarakatkan Olahraga.”  

“Daoed mengatakan, pernyataan itu harus dibalik. Mestinya olahraga dimasyarakatkan dulu tentang arti dan fungsinya. Baru setelah masyarakat sadar mengenai hal tersebut mereka bisa berolahraga. Panji Olahraga ini kemudian diamanatkan oleh Soeharto pada Sidang MPR/DPR pada tanggal 15 Agustus 1981 sebagai Gagasan Keolahragaan Nasional,” ungkap Brigitta Isworo Laksmi dan Primastuti Handayani dalam buku M.F. Siregar: Matahari Olahraga Indonesia (2008).

Sirkuit Kebanggaan Indonesia

Pengembangan yang dilakukan Pemerintahan Soeharto tak melulu pada pembinaan atlet belaka, tapi juga masuk ke dalam pengadaan fasilitas olahraga dan penyelenggaraan event internasional. Kehadiran Sentul Internasional Sirkuit jadi buktinya. Pemerintah mendukung sekali inisiasi kehadiran fasilitas Sirkuit Internasional. Bahkan, Soeharto sendiri bertindak sebagai orang yang meresmikan langsung sirkuit dengan panjang 3,965 km pada 1993.

Sirkuit itu sukses mengganti pendahulunya: Sirkuit Ancol. Pebalap dunia pun memberikan puja-pujinya terhadap Sirkuit Sentul. Pun fasilitasnya lengkap. Semua keunggulan itu buat Sentul menjadi denyut nadi baru penyelenggaraan event balapan –mobil dan motor—nasional maupun internasional. Sederet sponsor pun dibuat antre untuk mendukung kesuksesaan acara.

“Jangan bandingkan dengan Ancol. Di sini permukaan sirkuitnya sangat mulus. Itu sangat membantu untuk mengembangkan kecepatan,” cerita pebalap Superbike asal Irlandia, Tony Carey dikutip Yudi Yarmanto dan Andi Reza Rohadian dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Sirkuit Dipuji, Tinton pun Juara (1992).

Presiden Soeharto di panggung juara GP500 1996. (Foto: Arsip Kompas)

Modal sirkuit bagus membuat Indonesia percaya diri untuk menghadirkan gelaran balapan kelas dunia GP500 ke Indonesia. Dukungan ayah-anak (Soeharto dan Hutomo Mandala Putra) menjadi muasal Indonesia –Sirkuit Sentul-- masuk dalam kalender GP500.

Indonesia pun mendapatkan kesempatan menjadi tuan rumah GP500 sebanyak dua kali: 1996 dan 1997. Penyelenggaraan itu membuat animo masyarakat meninggi. Apalagi figur pebalap seperti Loris Capirossi dan Mick Doohan begitu digilai oleh pecinta balapan tanah air. Pada GP500 Sentul 1996, misalnya. persaingan seru di kasta tertinggi GP500 buat penonton yang datang mencapai 100 ribu orang. Baik mereka yang memiliki tiket ataupun tidak.

Soeharto pun turut berpartisapasi pada saat GP500 pertama kali diselenggarakan pada 1996. Ia bertindak membuka acara dan menyerahkan piala kemenangan kepada jawara kelas tinggi MotoGP. Ia pun tak lupa berpose bersama ketiga pemenang. Mick Doohan (Australia), Alex Barros (Brasil), dan Loris Capirossi (Italia).

Ditonton 400 Juta Orang

Animo yang tinggi juga ditunjukkan segenap pecinta balap motor ketika GP500 Sentul 1997 digelar. Penonton yang datang ke Sirkuit Sentul membeludak. Demikian pula dengan jumlah penonton yang menonton langsung via televisi. Tayangan GP500 disiarkan langsung di 58 negara. Total yang menyaksikannya pun mencengangkan: 400 juta orang.

Keberhasilan itu berdampak positif bagi Indonesia. Nama dan pariwisata Indonesia ikut terangkat, karenanya.  Soeharto sendiri mengamini langsung bahwa penyelenggaraan GP500 telah berhasil sebagai alat promosi wisata yang luar biasa. Sebab, pada tahun setelah penyelenggaraan GP500, tingkat kunjungan wisatawan luar negeri mengalami peningkatan yang signifikan.

Penyataan itu diklaim langsung oleh pimpinan GP500 Indonesia, Roberto Nosetto. Tak melulu pariwisata, keberhasilan GP500 juga mengangkat citra Indonesia di olahraga otomotif dunia. Sebab, Indonesia telah banyak menghadirkan gelaran balapan kelas dunia. GP500 jadi yang paling teranyar.

“Ketika di Sirkuit Internasional Sentul itu dilangsungkan Kejuaraan Dunia Superbike 1994, merupakan putaran keenam dari 12 seri sepanjang tahun itu, terjadi rekor penonton –sekitar 40 ribu orang—dan acara itu disiarkan langsung oleh Star TV dan RCTI. Ketika diadakan kejuaraan dunia MotoGP, mobil penonton terpaksa diparkir di sepanjang tol belasan kilometer, karena area dalam sirkuit itu tak mampu menampung banjirnya kendaraan ke lokasi.”

“Pak Harto itu amat berinisiatif mengatakan melalui olahraga akan tercipta promosi wisata yang luar biasa. Sebelumnya, Presiden Soekarno, mengatakan olahraga merupakan alat perjuangan paling handal dalam meningkatkan kebanggaan bangsa di mata dunia,” tutup A.R. Loebis dikutip Sugiono M.P dalam buku Selamat Jalan Pak Harto: Dokumen Kepergian Pemimpin Bangsa (2008).