YOGYAKARTA – Banyak tugas dan peran terkadang membuat seseorang tak punya waktu luang. Bahkan untuk berhenti sejenak dan bersyukur atas apa yang sudah dicapai pun, tak sempat. Setelah mengetahui penemuan penelitian ini, Anda tentu harus meluangkan waktu untuk mengambil jeda dan menghela napas sejenak. Pasalnya, faktor psikologis seperti optimisme dan tujuan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Kedua faktor tersebut, ada satu cara yang secara praksis mudah diterapkan, yaitu rasa syukur.
Para peneliti mendefinisikan rasa syukur sebagai kecenderungan seseorang untuk menghargai hal-hal positif dalam hidup. Terdapat dua jenis rasa syukur, dilansir Well+Good, Selasa, 28 November, pertama rasa syukur yang bersifat disposisional dan kedua, perasaan dan pernyataan syukur dalam situasi tertentu ketika dibantu.
Rasa syukur yang bersifat disposisi, dikaitkan dengan penurunan peradangan dan peningkatan fungsi endotel. Keduanya penting untuk kesehatan jantung, yang mana endothelium adalah selaput tipis yang melapisi jantung dan pembuluh darah. Dalam penelitian, pasien dengan gagal jantung tanpa gejala diminta untuk mengintegrasikan praktik rasa syukur dalam hidup mereka. Mereka juga diminta mencatat 3-5 hal yang mereka hargai setiap hari. Selama delapan minggu, kebiasaan ini mengurangi peradangan.
Kesehatan jantung juga berkaitan dengan menahan stres. Dengan tingginya stres, risiko serangan jantung meningkat. Stres kronis dan kumulatif, seperti stres terkait pekerjaan, dikaitkan dengan peningkatan 40 persen penyakit kardiovaskular, menurut American Heart Association (AHA).
Peneliti doctoral psikologi di Maynooth University, Irlandia, Brian Leavy, MSc., menunjukkan bahwa orang dengan disposisi rasa syukur yang tinggi memiliki kemungkinan lebih kecil menderita serangan jantung enam tahun kemudian. Rasa syukur, meningkatkan reaksi kardiovaskular dan pemulihan dari stres psikologis. Alasan kenapa rasa syukur dapat meredam stres, kemungkinan besar dari psikososial.
Kata Leavy, orang yang lebih bersyukur cenderung memiliki teman dan hubungan berkualitas. Dengan begitu, mereka banyak mendapat dukungan sosial. Ini dibenarkan oleh psikolog Stephen Gallagher, Ph.D., yang mana menjelaskan hubungan sosial merupakan penentu kuat kesehatan. Karena lingkungan berperan membentuk kebiasaan sehat, seperti pola makan dan olahraga teratur.
BACA JUGA:
Rasa syukur bukan pengganti perilaku sehat yang mengurangi risiko kardiovaskular. Tetapi, dengan bersyukur akan memotivasi seseorang untuk mengadopsi perilaku sehat, menurut psikiater dari Harvard, Jeff Huffman, MD..
“Dalam konteks serangan jantung, merasa bersyukur atas kesehatan, kehidupan, dan sebagainya, tampaknya dikaitkan dengan melakukan perilaku sehat yang mengarah pada umur panjang,” jelas Huffman.
Ia juga meneliti dan menemukan, orang dengan tingkat syukur lebih tinggi dua minggu setelah serangan jantung juga melaporkan mereka menjalankan pola hidup sehat, minum obat teratur, lebih banyak olahraga, dan kualitas kesehatan lebih baik serta tingkat kecemasan lebih rendah.