Eksklusif Siti Fauziah, Tetap Membumi Usai Perankan Karakter Ikonik
Siti Fauziah (Foto: WeTV Indonesia, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tahun 2020, masyarakat Indonesia mendadak dilanda demam Tilik. Sebuah film pendek buatan Ravacana Films menjadi populer (dengan 28 juta total views) dan membangkitkan diskusi serta pro dan kontra. Di antara keramaian Tilik, karakter utama dalam film ini - Bu Tejo tidak luput dari pro dan kontra tersebut.

Bu Tejo yang diperankan Siti Fauziah lantas dipuja namun juga dicaci. Ternyata pujian dan kritikan itu sampai ke telinga sang aktris. Namun hal itu tidak menghentikan Siti Fauziah untuk ‘kapok’ memerankan Bu Tejo. Karakternya hadir dalam Tilik The Series yang selesai tayang di WeTV beberapa waktu lalu.

Pada satu perbincangan VOI dengan Siti Fauziah, ia banyak bercerita mengenai kehidupannya dimulai dari seni panggung. Komitmennya untuk terus terlibat dalam dunia seni mengantarnya ke beberapa kesempatan termasuk karakter baru.

“Sebenarnya sebelum terjun di dunia film, saya prinsipnya anak manggung. Saya berangkat dari seni panggung, teater. Jadi kalau seni peran, itu memang istilahnya sudah memantapkan hati untuk memilih jalur hidupnya di situ,” kata Siti Fauziah kepada VOI dalam wawancara virtual, Selasa, 30 Mei .

“Kemudian saya diterima aktor jadi ada satu sekolah keaktoran dan sekarang jadi Garasi Performance Institute sekarang namanya dulu Teater Garasi yang membuka kemungkinan jadi passion, sesuatu yang menyenangkan untuk dilakoni dan nagih,” tambahnya.

Siti Fauziah (Foto: WeTV Indonesia, DI: Raga/VOI)

Populer tidak pernah jadi bayangan aktris kelahiran 19 Desember ini. Besar di Yogyakarta membuatnya lebih fokus dengan akting alih-alih membayangkan bagaimana namanya bisa dikenal banyak orang. Oleh karena itu kebahagiaannya dirasa cukup ketika ia melihat orang-orang mengapresiasi aktingnya.

“Aku malah gak paham begitu karena ngelakoni hal yang disenangi kemudian orang mengapresiasi buat saya itu kebahagiaannya ya itu. Orang mengapresiasi saya bahwa mainnya berkesan. Letak kebahagiaan saya justru di situ jadi habis itu merasa bahwa saya penting atau apa kok kayaknya enggak,” katanya.

Wanita 34 tahun itu sudah melakoni film dan berbagai judul serial. Dalam film studio ia pertama kali berperan sebagai Intan dalam film Surga yang Tak Dirindukan pada tahun 2015. Kemudian ia menjadi pemeran pendukung dalam film Arini, Bumi Manusia, Mekah I’m Coming, Satria Dewa: Gatotkaca. Tahun ini ia juga tampil lewat film Autobiography.

Usai membintangi Tilik, karakternya mulai melekat di dirinya. Sosok Bu Tejo yang ceriwis, penuh kritis, dan judgmental banyak dibicarakan. Ia juga mengakui lebih sering dipanggil Bu Tejo dibandingkan nama aslinya.

Siti Fauziah (Foto: WeTV Indonesia, DI: Raga/VOI)

“Kerasa sih rata-rata orang lebih suka manggil saya Bu Tejo tapi saya gak pernah punya masalah kayak terganggu. Hidup saya, hidup saya sendiri, lakonnya saya mainkan sendiri. Cuman kalau buat saya ya itu tadi balik bahwasannya semuanya sama cuma porsi yang lebih dominan yang mana,” katanya.

“Saya yakin penonton itu cerdas, sangat paham mana saya dengan kehidupan sehari-hari saya bersama peran yang saya mainkan ya itu bagian dari pekerjaan,” katanya yakin.

“Rata-rata kalau ketemu sama ibu-ibu langsung megangi tangan dan tanya sukanya makan apa nanti tak masakin ke rumah, ayo main ke rumah. Justru malah sambutannya hal begitu yang buat saya jadi senang karena orang kemudian noticenya hal baik,” cerita Siti Fauziah lagi.

Menariknya, meski namanya kian populer namun ia memutuskan untuk menetap di Yogyakarta. Bukan rahasia baru bahwa banyak seniman yang datang merantau ke ibu kota agar memantapkan karier mereka, namun hal itu tidak berlaku bagi Siti Fauziah.

“Sebetulnya waktu dulu viral pertama kali Tilik short movie, saya ngobrol sama suami. Prioritas kita apa karena kami berkeluarga, tentu keluarga prioritas bukan hanya saya tapi suami dan anak. Kemudian anak jadi prioritas kami jadi selama masih bisa jadwalnya dirembuk atau dibicarakan, saya milihnya stay di Yogyakarta saja karena itu tadi, kembali ke alasan utama yaitu anak,” jelasnya.

“Kenapa pilihannya tetap stay di Yogyakarta? Sebetulnya itu alasan yang paling utama itu adalah soal anak. Jadi Yogja itu tempat yang nyaman buat saya untuk menjadi pusat pendidikan. Secara sistem juga saya paham sekolah-sekolah gimana. Sebenarnya untuk perkembangan anak sih sama pendidikan. Alasan utama saya menetap di Yogyakarta karena anak masih SD usia yang saya pikir tidak akan pernah bisa mengulangi kalau kita bersama anak,” tambah Siti.

Serial Tilik Melengkapi Harapan

Siti Fauziah (Foto: WeTV Indonesia, DI: Raga/VOI)

Penerimaan masyarakat akan karakter Bu Tejo juga disambut Siti Fauziah. Namun ia mengakui melihat banyak diskursus tentang karakternya yang dianggap misoginis terhadap wanita lain. Menurutnya hal itu tidak bisa tersampaikan lantaran durasi film pendek yang singkat, beruntungnya ia bisa mengeksplor sisi lain Bu Tejo lewat serialnya.

“Sebetulnya waktu dinotice sedemikian rupa, saya agak aneh karena saya lumayan selektif milih naskah. Kalau main terus kok dibilang bahwa film ini gak mendidik terus dibilang film ini mendiskredit nilai perempuan, itu kayak kok arah bicaranya kemana ya,” tanyanya.

“Buat saya waktu itu short movie itu kan porsinya segitu durasinya untuk berbicara jadi Tilik series ini jadi lebih lega sebetulnya yang kami bicarakan waktu bedah naskah sebelum produksi kemudian tersalurkan di Tilik series ini,” lanjut Siti.

Ia menekankan bahwa Tilik berangkat dari satu pesan yaitu kesempurnaan adalah milik Tuhan karena semua orang punya kepentingan. Oleh karena itu, setiap orang tidak boleh saling menghakimi meski karakter utamanya adalah orang yang judgemental.

“Responsnya tuh aku awalnya gak percaya. Benar gak sih? Ini mau dijadikan serial kan kalau itu kan lebih banyak punya kesempatan bicara berepisode dan lebih panjang. Itu yang bikin saya jadi bahagia karena memang niat kami awal bikin karya bukan rangka dilihat orang di awal bahwa karya ini misoginis,” jelasnya.

“Saya termasuk yang rajin mencatat hal begitu bahwa ternyata penonton nangkapnya gini, lucu juga terus ini diapresiasi sedemikian rupa. Alhamdulillah ternyata teman-teman menyukai khalayak di luar sana kemudian punya cara pandang baru ke politik di desa, bagaimana menjalin hubungan bersama pasangan, bagaimana kemudian dinamika berkeluarga orang tua terhadap anak jadi layernya banyak yang kemudian diserap,” katanya.

Siti Fauziah (Foto: WeTV Indonesia, DI: Raga/VOI)

Siti Fauziah juga banyak mendengar permintaan musim kedua yang ia syukuri. Ia merasa artinya karakter Bu Tejo bukan menjadi cacian namun justru bahan renungan bagi penontonnya bahwa setiap orang tidak berhak menghakimi orang lain.

“Saya tuh sebenarnya waktu orang bilang season 2, ya gak selesai masalahnya. Itu tuh kayak yang ternyata orang tuh melihatnya bahwa ini gak cuma jadi tontonan jadi hiburan kemudian cerminan saya lebih melihatnya," katanya.

"Bercermin untuk ada wujud yang sedemikian rupa istilahnya gak usah sibuk ngomongin tetangga tapi nonton aja dalam bentuk yang sudah dikemas memang fiksi. Saya senangnya karena itu hadiah buat saya bahwa penonton beragam dan ternyata kemudian niat kami di awal bikin karya itu sampai bahwa ini bukan dalam rangka mau bikin karya misoginis,” kata Siti Fauziah.

Semakin dikenal membuat Siti Fauziah berusaha menjadi seniman yang menghargai diri, salah satunya tetap selektif dalam memilih peran. Ia dibantu oleh sang suami yang merangkap sebagai manajer dan menjadi bahan diskusi.

Siti Fauziah (Foto: Koleksi Pribadi, DI: Raga/VOI)

Selepas Bu Tejo, Siti Fauziah memiliki peran yang ia harapkan bisa dimainkan ke depannya. Peran apakah itu?

“Kalau dulu pernah ada yang tanya, tak jawab (karakter) orang dengan masalah kejiwaan. Pertama itu. Kedua aku pengin coba action kayaknya lucu. Itu punya disiplin tersendiri pasti. Itu menarik kalau saya lihatnya begitu. Ya mudah-mudahan kalau jodoh nanti bertemu tapi ya pertimbangannya keluarga. Amin,” kata Siti Fauziah.

Kembali ke prioritasnya, sang anak masih menjadi pertimbangan dalam memilih peran baru. Tidak hanya menjadi seniman yang dikenal, Siti Fauziah ingin hadir dalam setiap momen pertumbuhan sang anak.

“Sekarang sudah di titik yang mulai menerima bahwa ibunya juga punya atensi yang harus dibagi sama orang lain ketika saya lagi kayak gini misalnya wawancara atau ngobrol serius sama pihak ketiga. Istilahnya dia juga sabar menunggu kemudian paham aku menunggu mau ngapain. Sudah mulai polanya kebentuk. Paling penting bagaimana memahamkan itu ke anak,” tutur Siti Fauziah mengakhiri perbincangan.