Eksklusif Andri Mashadi Temukan Cinta dan Semangat Hidup Lewat Seni Peran
Andri Mashadi (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Nama Andri Mashadi mungkin terdengar asing di tengah masyarakat. Namun jika melihat deretan film dan serial yang ia perankan, bisa jadi penggemar konten lokal akan familiar dengan sosoknya.

Tahun 2023 menjadi tahun yang segar bagi aktor kelahiran 28 Juli ini. Pasalnya ia menjadi pemeran utama dalam film arahan Sidharta Tata berjudul Waktu Maghrib. Film kedua horornya membuat ia menjelma sebagai karakter yang belum pernah ia perankan.

“Di film Waktu Maghrib ini aku berperan sebagai Karta. Karta itu adalah seorang manusia yang dikucilkan oleh warga kampung jadi dia tinggal di tengah hutan. Dari dulu dibully, dikucilkan, selalu dianggap membawa kesialan, membawa bencana makanya dia memilih untuk tinggal sendiri di hutan,” kata Andri Mashadi memulai percakapan dengan VOI.

Peran ini menjadi proyek terbarunya bersama sutradara Sidharta Tata. Sebelumnya, Andri pernah memerankan serial Tunnel dan Write Me a Love Song yang diarahkan Tata. Namun pengalaman kerja sama itu bukan alasan Andri ingin memerankan Waktu Maghrib.

Andri Mashadi (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Kita ngobrol di saat ternyata dia lagi nulis skrip. Skrip horor debut. Akhirnya kita bicara horor pandangan mas Tata sama pandangan aku yang ternyata kurang lebih pandangan horor kami sama. Aku suka horor seperti ini yang enggak biasa aja. Kemudian setelah ngobrol panjang, aku nyeletuk “Mas aku mau dong main sama kamu!” katanya.

“Karena dua proyek terakhir menyenangkan kerja sama mas Tata dan aku tahu aku bakal jadi sesuatu sama dia karena menurutku dia passionate sama pekerjaannya directing,” lanjut Andri.

Seperti Tata, Andri Mashadi juga penuh semangat dalam menjalankan perannya. Aktor 30 tahun ini mengungkap beberapa tahap yang ia lakukan untuk bergabung dengan Waktu Maghrib, dimulai dari membedah karakter hingga membuat video audisi interpretasinya.

“Aku pikir waktu itu gak ada skripnya jadi aku bikin video 5-7 menit improvisasi, riset cepat tentang dunia mistis mantra tentang orang yang psikisnya terganggu terus malamnya aku bikin video. Dia bilang dia belum bikin skripnya,” kata Andri lagi.

“Menurutku film Waktu Maghrib ini spesial. Aku riset cukup gila dan cukup banyak. Aku bikin latar belakang cerita. Aku membiasakan untuk gak dengar adzan maghrib. Aku berusaha menumbuhkan sejarah yang ada di karakter,” lanjutnya.

Andri Mashadi (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Semua orang punya metode, akting approachnya beda. Itu senyamannya yang penting goalnya menghidupkan tokoh. Aku terbiasa bikin jalan masuk, jalan keluar. Andri duduknya seperti ini temponya ini dan gerak kayak gini, kalau aku mau bikin karakter kayak Karta yang aku bikin seperti apa,” katanya.

Film Waktu Maghrib dirasa dekat dengan seorang Andri Mashadi. Menilik judulnya, ia teringat ketika banyak aktivitas yang dialami ketika menjelang maghrib selayaknya anak kecil pada umumnya.

“Aku rasa walaupun horor ramai, Waktu Maghrib ini sudah ada di hati kita dari kecil tanpa kita sadari. Kita pasti ngalamin disuruh pulang ke rumah cepat karena mau buka puasa. Waktu maghrib itu kalau main bola, di dalam mobil pasti volume radio kecilin, kalau syuting stop dulu, apa pun pasti ada breaknya. Kita pun menghargai adanya waktu maghrib,” lanjut Andri.

Keterlibatan Andri Mashadi dalam KKN di Desa Penari (2022) membuatnya ingin mengeksplor genre horor lebih dalam. Apalagi saat itu ia mendapat karakter yang tidak bersinggungan dengan horor. Waktu Maghrib dirasa pas untuk pembelajaran berikutnya.

“Pertimbangan ambil horor itu stamina tubuh karena misalnya kita syuting dari jam 4 sore sampai 3 pagi. Terus suara stamina pita suara banyak teriak dan enggak tahu kenapa aku akhirnya ambil horor," kata Andri.

"Aku pilih-pilih cuman aku ada beberapa proyek horor ke depan. Sejauh ini karakternya berbeda semua dan aku punya kesempatan buat eksplor karakter dan buka pikiranku untuk berani gak main aman,” tegasnya.

Akting Menyelamatkan Dirinya

Andri Mashadi (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Di balik sosoknya yang ceria, seorang Andri Mashadi mengalami pasang surut untuk sampai ke titik ini. Seni peran bisa dibilang sebagai sosok yang menyelamatkan dirinya dari rasa benci yang besar. Keinginannya untuk belajar akting sudah dibangun sejak pria kelahiran Kopenhagen ini duduk di bangku SMP.

“Ini mungkin aku belum pernah cerita di media mana pun. Menurutku dunia seni peran ini penyelamatku. Dulu aku benci diriku, hidupku ketika masih kecil. Sampai aku ketemu seni peran di SMP ya teater kecil di sekolah,” mulainya lagi.

Ketika itu, seorang guru menyebut bahwa teater akting adalah ruang untuk telanjang dalam tanda kutip bisa jadi siapapun. Kemudian Andri menampilkan berbagai karakter populer seperti Shakespeare, Hamlet, Julius Caesar, dan Romeo and Juliet.

“Ketika aku istirahat di dunia Andri dan masuk ke sepatu karakter itu aku nyaman, tenang. Aku enggak bilang aku punya anxiety atau apa cuman jauh lebih tenang ketika aku main di tokoh ini. Aku bisa mengekspresikan apa yang enggak bisa aku ekspresikan di Andri dalam kehidupannya. Ini mungkin cara Tuhan bisa menghidupkan diri sendiri,” katanya.

Andri Mashadi (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Proyek akting pertamanya diperoleh pada tahun 2009 di mana ia berperan sebagai salah satu pemeran ekstra. Kemudian ia berperan sebagai Rico dalam film Mika (2013) bersama Vino G. Bastian dan Velove Vexia. Saat itu kesehariannya juga diisi dengan mengikuti kelas akting, hingga dia bergabung dengan Air Terjun Bukit Perawan (2014).

“Baru ada lagi di Pertaruhan (2017) tapi selama itu aku sambil main sambil belajar dan aku menentukan mungkin gak sih di sini. 2018 Ambu, 2019 Tunnel dan udah mulai serius dari 2017. Kalau ditanya sesabar apa ya sesabar itu. Waktu itu gak punya manajer jadi kalau berangkat dari rumah harus naik bis yang mana pas ke tempat casting udah buluk dari Bekasi,” cerita Andri Mashadi.

Saat menjalani proses casting, Andri Mashadi juga banyak belajar dari proses panjang. Ribuan penolakan yang ia terima membuatnya sadar bahwa akting bukan soal audisi satu tempat ke tempat lainnya. Ia pun teringat pertemuan pertamanya dengan aktor Hardi Fadhillah.

“Pas sampai cuci muka cuma naruh profil. Ribuan kali casting sampai yang aku sadari bukan teknik akting yang aku harus kuasai tapi perdalam ilmunya supaya casting sekali dua kali ada isinya dan berkualitas, enggak kosong banget,” kata Andri Mashadi.

“Aku ingat aku syuting (Kadet 1947) tahun 2020, salah satu pemainnya Hardi Fadhillah, terus aku bilang gini sama Hardi “Dulu tahun 2009, mas Hardi lagi syuting film di hotel di Jakarta Barat terus casting directornya nitip extras dan extrasnya aku," lanjutnya.

"Aku senang banget bisa satu frame sama Hardi dan bikin film Kadet 1947 yang mengesankan. Buatku lama banget dari 2009 ke 2020 but layak buat ditunggu, enggak nyangka dan aku kan enggak berlomba dengan siapa juga untuk buru-buru ada di atas,” lanjut Andri.

Andri Mashadi (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Siapa sangka, sosok yang mencintai seni peran ini lulus dari Tekhnik Pertambangan dan nyaris bekerja di salah satu perusahaan tambang ternama di Papua. Ia mengenang momen ketika diterima dan diminta untuk berangkat dalam empat hari. Saat itu seorang Andri Mashadi masih melakukan casting untuk proyek akting.

“Intinya aku merasa kebahagiaan itu enggak bisa ditentuin sama pilihan orang lain. Kalau lo ambil ya gak bisa karena gak enak sama si A atau si B karena lo yang bakal tersiksa makanya dengan berani aku kasih pernyataan karena ini pilihan yang aku ambil, industri ini dan aku merasa butuh seni peran ini jadi sesusah-susahnya aku akan menikmati, Apapun yang terjadi di finansial, kehidupan, up and down-nya aku sudah bersumpah untuk menikmatinya,” ujar salah satu alumni finalis majalah remaja.

“Aku juga legowo melepas pekerjaan yang besar buatku. Dan sampai hari ini aku di sini ya kalau enggak ya aku masih di sana. Tidak ragu,” katanya lagi.

Andri Mashadi masih memiliki jalan panjang untuk karier aktingnya. Ia mengaku tertarik ingin bergabung dalam produksi Hollywood terlepas siapa bintangnya dan siapa sutradaranya.

“Aku senang banget kalau main di Hollywood dan film apa pun bentuknya dengan aktor dan sutradara dan cerita yang mungkin lebih serius dan lebih gila pola pikirnya dari kita di Indonesia jadi kita bisa banyak belajar,” katanya dengan antusias.

Andri Mashadi pernah terlibat dengan film yang tayang secara internasional. Night & Day dari Patrick Joshua melibatkan sejumlah nama besar seperti Yadi Sugandi, Aghi Narrotama, dan lainnya. Film pendek ini berhasil menjadi finalis Student Emmy Awards South East 2022 serta Rhode Island Film Festival 2021.

“Walaupun masih di lingkup yang sangat kecil, setidaknya sudah masuk nominasi dan tetap dapet apresiasi,” kenangnya.

Terlepas dari keinginannya menembus Hollywood, seorang Andri menganggap apresiasi terbesar dalam perfilman adalah ketika filmnya meninggalkan kesan bagi penontonnya. Hal itu sudah dicapai Andri ketika ia membintangi Kadet 1947.

Seseorang menyapa pria yang menjadi presenter itu dengan memuji perannya sebagai Adisoetjipto. Orang ini menyebut ia teringat dengan sosok ayahnya ketika melihat Andri berakting dalam film tersebut. Dua tahun berlalu, Andri masih ingat dengan kata-kata orang ini.

“Cuma satu orang yang ngomong itu aja aku merasa dia bawa pulang sesuatu kan. Dia ingat keluarganya, dia ingat bapaknya, dia dapat pesan dari karakter yang kita mainin cuman dia mengapresiasi itu. Jadi itu apresiasi paling baik yang jatuhnya personal ke kita,” kata Andri Mashadi.

Ia juga ingin menyampaikan apresiasi terbesarnya kepada Roberto Benigni, aktor utama film Life is Beautiful (1997). Film ini membuat Andri mencintai peran dan belajar dirinya lebih baik.

“Kalau aku ketemu Roberto Benigni atau anaknya yang mungkin sekarang udah gede, aku akan ngomong thank you so much! Kalau bukan karena film itu aku mungkin masih di sisi yang lain enggak kayak di sisi yang sekarang,” kata Andri Mashadi.

Perbincangan VOI hari itu berakhir dengan impian peran yang ingin dimainkan Andri Mashadi. Ia ingin memerankan karakter yang mengalami sindrom peter pan.

“Aku pengin main film drama. Soal kompleksitas karakter, aku ingin karakter yang terkait dengan psikologi. Orang yang dewasa tapi dia punya pikiran yang terjebak di umur tertentu. Dia gak bisa hidup di masa sekarang karena dia terjebak di masa lalu,” kata Andri Mashadi menutup perbincangan.