JAKARTA - Fasilitas pendidikan di daerah Indonesia Timur merujuk pada NTT, Maluku dan Papua terstigma minus. Kurangnya sarana prasarana, karakter orang yang keras dan menakutkan, menenganggan dengan konflik dan kurang diperhatikan membuat banyak orang ragu ketika diminta menjadi guru di daerah tersebut.
Yayasan Indonesia Mengajar baru saja merampungkan Konferensi Pendidikan di Indonesia Timur, yang dihelat dua hari di Gedung A Kemendikbud, Jakarta sejak Sabtu - Minggu, 24-25 September. Acara ini dibuat untuk menampik stigma negatif soal pendidikan di Timur Indonesia, sekaligus melahirkan solusi konkret, kiat, tips dan rekomendasi bersama dari para relawan yang mengabdikan diri selama setahun penuh di pelosok daerah menjadi guru, pengajar untuk anak-anak Indonesia Timur.
Relawan Indonesia Mengajar dalam 12 tahun ini telah membantu dengan segala yang mereka bisa, dengan akomodasi dan bekal yang seadanya, dan tak boleh pulang sebelum purnatugas setahun penuh. Salah satunya, Yogi Adjie Driantama saat ditemui di lokasi kegiatan ini.
Yogi mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah atau putus sekolah karena berbagai hal, seperti finansial, keadaan keluarga sampai dengan anak-anak yang pernah terlibat masalah hukum. Sekolah itu ada dan lahir dari pengalaman traumatis Yogi yang pernah putus sekolah karena masalah finansial.
"Berdasrakan pengalaman pribadi, dimana dahulu saya putus sekolah kemudian memilih bekerja serabutan. Setelah itu, saya melihat banyak juga anak-anak yang putus sekolah formal karena berbagai hal, yang pada akhirnya mereka tidak bisa memilih pekerjaan dengan baik. Sampai di tahun 2018 akhirnya saya memutuskan untuk resign dari tempat saya bekerja, kemudian saya inisiatif untuk menggunakan sedikit tabungan saya dan mendirikan sekolah untuk anak-anak putus sekolah," cerita Yogi.
Sekolah gratis yang didirikan Yogi Adjie Driantama selaku Founder & Director, berada di Kota Medan. Ya, ia diundang sebagai tamu inspiratif yang bisa dicontoh para relawan Indonesia Mengajar untuk bisa mengaplikasikannya di belahan Timur Indonesia.
Salah satu alasan Yogi menginisiasi ini semua adalah karena Kota Medan memiliki angka anak putus sekolah yang cukup tinggi. "Pada tahun kedua sekolah ini berdiri, kami memutuskan untuk bisa menerima anak dari setiap provinsi, untuk anak yang memang ingin melanjutkan sekolah formalnya. Dimana di setiap kota kami juga mempunyai relawan yang nantinya mereka akan melakukan interview ataupun seleksi untuk mengecek keseriusan atau minat anak tersebut untuk melanjutkan sekolah lagi. Untuk yang lulus, nantinya akan dikirim ke Medan untuk sekolah. Disana kami menyiapkam asrama untuk mereka, dan mereka tidak dipungut biaya, makan dan sebagaianya telah kami sediakan," sambung Yogi dalam rilis yang diterima VOI.
Selain menghadirkan sosok inspiratif, Konferensi Pendidikan di Indonesia Timur juga mensimulasi kegiatan-kegiatan inspiratif untuk anak anak Indonesia, salah satunya melalui Komunitas Tembokpedia. Tembokpedia sendiri merupakan komunitas yang dinaungi oleh Indonesia Mengajar. Dalam komintas ini, terselenggara berbagai acara edukatif, khususnya menggambar dengan kreasi di tembok ataupun di spot-spot tertentu.
BACA JUGA:
Tembokpedia hadir menjadi wadah para anak muda untuk lebih peduli terhadap lingkungan, kreatif dalam mengembangkan ide yang dituang melalui seni menggambar ataupun mewarnai. Tembokpedia sendiri cukup positif dan ispiratif karena bisa membuat anak lebih kreatif, komunikatif bersosialisai dan betanggung jawab.
"Pasti pernah kita melihat tembok-tembok di jalan yang digambar sesuka hati, mulai dari kata-kata kasar, ujaran kebencian sampai dengan gambar tak senonoh pun terkadang dapat dijumpai di jalan. Lebih parahnya, terkadang gambar atau coretan tersebut tidak sesuai dengan tempat atau semena-mena," buka Tri Widyastuti, relawan komunitas Tembokpedia.
Komunitas Tembokpedia sendiri saat ini sudah berada di 11 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Sumedang, Makassar, Konawe, Pontianak, Temanggung, Jombang, dan Sula di kepulauan Maluku Utara.
Hikmat Hardono, Ketua Yayasan Indonesia Mengajar mengharapkan api semangat dan abdi ini harus tetap dan terus menyala.
"Indonesia Timur punya banyak persoalan. Kami berharap, kami dapat mendengar dan berbagi untuk dapat bersama-sama memajukan pendidikan di setiap daerah. Kami berharap juga, para pendidik lebih kuat dan lebih berani dalam mendidik setiap anak bangsa Indonesia, khususnya di belahan Timur ini," harap Hikmat.