Bagikan:

JAKARTA - Fasilitas yang tidak memadai, bukanlah hal asing yang didengar terkait pendidikan di wilayah Indonesia Timur. Hal tersebut juga menjadi salah satu kendala pendidikan di wilayah matahari terbit ini yang membuat banyak anak di wilayah timur memilih untuk putus sekolah dan bekerja mencari nafkah.

Kendati demikian, kekurangan fasilitas bukanlah suatu halangan untuk anak-anak di sana untuk mendapatkan ilmu seperti anak-anak lainnya. "Merupakan sebuah fakta jika di wilayah timur kami masih kekurangan fasilitas terikait pendidikan, yang tentu saja hal tersebut menjadi salah satu kendala sistem belajar mengajar disana. Kekurangan fasilitas juga membuat anak-anak lebih pesimis dan kurang minat akan pelajaran. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah alasan untuk mereka tidak mendapatkan ilmu yang bermanfaat" kata Maria Regina, salah satu sosok penggerak pendidikan di NTT dalam sesi diskusi yang dihelat di Gedung A Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Sabtum 24 September.

Wanita yang dipanggil Mama Ina ini mengajar Bahasa Inggris. Dalam proses transformasinya, ia menggunakan metode permaianan khas daerah yang dipadukan dengan ilmu Bahasa Inggris dalam permainan daerah bernama Ciki Doka.

Ciki Doka sendiri merupakan permaianan mirip dampu, taplak mena ataupun lempar batu, dimana nantinya anak anak akan melempar batu di susunan kotak yang sudah diberi nomor. Setiap nomor tersebut disediakan kosakata Bahasa Inggris dimana nantinya anak-anak akan menebak arti dari setiap kosa kata yang diterima.

"Kekurangan bukan alasan untuk kita tidak dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Fasilitas yang kurang bukalah alasan sebagai penghalang pendidikan dapat disebarluaskan. Untuk itu, kami memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk anak-anak dapat mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Salah satunya dengan cara permaianan Ciki Doka ini," sambungnya.

Untuk belajar dalam permainan seperti ini, tak jarang wanita ini harus menjemput anak-anak ke rumah mereka. "Tak jarang juga, anak anak disana saya susul ke rumahnya untuk bisa belajar. Disana, saya ajarkan mereka dengan metode yang sama, yaitu memadukan permainan tradisional dengan ilmu bahasa Inggris," ujarnya.

Hal inspiratif serupa juga disampaikan oleh Kristuisno M. Kapiluka, penggerak pendidikan dari Maluku Barat Daya, yang merupakan seorang sarjana sains ilmu matematika.

Pada kesempatan tersebut, Kristuisno M. Kapiluka juga membagikan kisah infpiratisnya dimana ia menjelaskan bahwa kekurangan bukanlah halangan menjadi manusia berilmu.

"Orang yang tidak maju adalah orang yang memulai dari kelemahannya. Artinya, orang yang mendahulukan kelemehan sebelum memulai sesuatu ialah orang yang tidak akan maju," kata Kristuisno M. Kapiluka.

Kristuisno juga menekankan dimana pendidikan merupakan jendela dunia. Maka, penting diterima untuk semua masyarakat di seleluruh indonesia, tanpa ruang batas apapun.

"Pendidikan dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Untuk mendapatkan ilmu, tidaklah harus menunggu para pengajar, datang dari wilayah Indonesia Barat saja. Kita tak perlu menunggu buku datang baru belajar. Belajarlah dari berbagai sumber yang ada" jelas Kristuisno.

Sepenggal kisah kecil di atas hanyalah satu dari ratusan kisah patriotik dan ispiratif dari anak-anak bangsa yang mau mengabdikan dirinya melayani dan mendidik anak-anak di Timur Indonesia dalam bingkai gerakan Merdeka Belajar.

Pada hari ini, Sabtu dan Minggu, 24-25 September 2022, mereka dikumpulkan bersama untuk membakar semangat, meramu kebijakan dari latar belakang budaya masing-masing wilayah di Timur Indonesia dengan pendekatan yang lebih terkoordinasi.