Bagikan:

JAKARTA - Duo sutradara Coodie & Chike, Clarence Simmons dan Chike Ozah, adalah orang di balik trilogi dokumenter Kanye West berjudul jeen-yuhs (dibaca jenius) yang merupakan rangkuman dari 21 tahun hidup West. Coodie dan Chike juga orang kreatif di balik video klip Through the Wire dari West.

Dikutip dari catatan produksi Netflix yang dikutip Antara, Senin, berikut adalah fakta-fakta menarik di balik jeen-yuhs.

Dokumenter ini terdiri dari tiga bagian, masing-masing berdurasi sekitar 1,5 jam. Bagian pertama "Vision", kedua adalah "Purpose" dan ketiga "Awakening". Coodie mengatakan ia pertama kali bertemu Kanye di Chicago dan melihat karisma serta semangat serta bakatnya. Sejak dulu, Coodie tahu Kanye akan melakukan hal yang hebat.

"Hal jenius dalam film ini bukan Kanye, saya atau siapa pun dalam film, yang jenius adalah bisa mengeluarkan sisi jenius dari dirimu, itulah tujuannya. Semua orang punya tujuan, ketika kau berhasil menemukannya, sisi jeniusmu akan bersinar."

Inti utama dokumenter ini, ujar Chike, bukan soal Kanye, melainkan tentang kisah meraih impian dan mewujudkannya sambil menaruh kepercayaan terhadap kuasa Tuhan. Kerja keras pasti dibutuhkan, tapi jika usaha dilakukan terus menerus, suatu saat kesuksesan akan ada di tangan. Generasi saat ini tak banyak tahu tentang hubungan antara Coodie dan Kanye, mayoritas hanya mengetahui Kanye sebagai rapper terkenal yang juga miliuner.

"Tapi ketika kami memulai film ini, Kanye bukan miliuner. Jadi melihat perkembangan itu, sangat membuat kita berdaya. Ini suatu pengalaman luar biasa."

Film ini memberikan pelajaran sejarah tentang hip-hop di Chicago pada akhir 90-an. Suara dan tone sangat berbeda. Karena dokumenter ini dibuat dalam waktu panjang, penonton bisa melihat perkembangan dua atau tiga generasi hip-hop sejak akhir 90-an. Penonton bakal melihat bagaimana musiknya berevolusi, bagaimana bahasa film berubah. Pada awal film, Coodie merekam dengan kamera VHS dan berkembang menjadi digital. "Sepanjang 21 tahun, kau bisa melihat pertumbuhan banyak aspek."

Coodie berpendapat, Kanye tidak banyak berubah sejak mereka pertama bertemu. Kadang dia memang tiba-tiba marah, tapi itu sudah terjadi sejak dulu. Memang pertemuannya dengan Kanye tak semudah dulu, mereka juga tak lagi sering berbincang, tapi Kanye tetaplah orang yang sama.

Sebuah tantangan bagi Coodie dan Chike untuk merangkum rekaman 21 tahun ke dalam trilogi berdurasi empat jam. Coodie bersyukur timnya solid dan sangat kompak dalam menyusutkan 400 jam rekaman ke dalam empat jam. Mereka belajar dari "Benji", tayangan dokumenter yang pernah mereka buat dan memberikan gambaran bagaimana membuat dokumenter.

Coodie dan Chike masih ingat betul bagaimana kali pertama pertemuan mereka dengan Kanye. Chike berjumpa saat masih bekerja di MTV, kala itu dia terkesan dengan Kanye yang ramah dan sangat mengapresiasi seni serta desain, tipe orang yang bisa jadi teman mengobrol yang menyenangkan. Saat itu, kenang Chike, tak banyak orang-orang berkulit hitam di dalam lingkaran pertemanannya yang bisa jadi teman diksusi soal seni dan desain.

"Saya di MTV sebagai orang kulit hitam satu-satunya di tim desain. Kanye biasanya mendatangiku, saya menunjukkan situs-situs karena waktu itu saya sedang suka motion graphics. Seru sekali dulu dan itulah awal kami mulai dekat," kata Chike.

Coodie dulu bekerja di Channel Zero dan mewawancarai banyak orang, termasuk Kanye. Mereka langsung akrab seperti saudara.

Mereka berdua berharap trilogi ini bisa jadi inspirasi untuk kaum muda dalam mengikuti insting dan apa yang mereka sukai. Ada banyak cara menjadi sukses, termasuk melakukan apa yang ingin dilakukan setiap individu.