Bagikan:

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sejatinya bisa menjadi harapan bagi para saksi dan korban saat mereka terintimidasi atau tertekan selama menjalani proses hukum. Dalam pelaksanaan tugasnya, kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, lembaganya bersifat sukarela.  Dalam melindungi saksi dan korban ini LPSK akan bersifat netral atas pihak-pihak yang bersengketa.

***

Beberapa kasus hukum muncul ke permukaan dan menjadi perhatian publik belakangan ini. Yang paling baru adalah dugaan penganiayaan pegiat media sosial M.Kece oleh Irjen Polisi Napoleon Bonaparte, lalu ada kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual atas MS karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kemudian ada kasus pelemparan bom molotov di  halaman kantor LBH Yogyakarta dan kebakaran LP Tangerang yang menewaskan puluhan jiwa warga binaan.

Menurut Ketua LPSK Drs. Hasto Atmojo Suroyo, M.Krim pihaknya amat menyayangkan terjadi dugaan penganiayaan atas M. Kece. “Sekali lagi saya menyayangkan kejadian seperti ini terjadi. Semestinya orang yang ditahan itu berada di tempat yang paling aman. Tapi ternyata tidak. Lebih menyedihkan lagi kalau yang melakukan penganiayaan itu adalah anggota kepolisian yang termasuk dalam unsur penegak hukum, meskipun dia pada saat yang sama, sedang berstatus sebagai tahanan,” katanya.

Lembaganya menerapkan asas sukarela dalam melakukan perlindungan. Korban harus bersedia dilindungi oleh LPSK dan mereka harus mengajukan permohonan, bukan karena paksaan. Dalam pelaksanaan tugas melakukan perlindungan LPSK akan bersikap netral pada kasus yang sedang berjalan.

Dalam tiga tahun terakhir menurut Hasto yang paling banyak melakukan permohonan perlindungan pada LPSK dalam kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu. Namun belakangan yang menonjol kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan, kemudian tindak pidana perdagangan orang, korupsi, narkotika. “Dan di luar kasus prioritas itu, seseorang bisa dapat perlindungan LPSK dengan syarat ada ancaman jiwa,” terangnya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai yang menemuinya di Kantor LPSK, Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Penganiayaan terhadap M Kece diduga dilakukan oleh Irjen Polisi Napoleon Bonaparte, seperti apa Anda mengamati kasus ini?

Ini kan salah satu saja dari peristiwa yang sebenarnya berulang-ulang terjadi. Kekerasan yang terjadi di rumah-rumah tahanan, di dalam Lapas atau di rumah detensi Imigrasi, itu seringkali terjadi. Tindak penganiayaan atau perkelahian atau bahkan penyiksaan yang dilakukan oleh petugas kepada para tahanan atau orang yang menjadi warga binaan ini yang saya sayangkan. Orang yang berada di Lapas, rumah detensi, seharusnya dia berada di tempat yang aman. Mereka tidak boleh  mengalami ancaman apalagi penyiksaan.

Banyak faktor yang penyebabkan penganiayaan atau penyiksaan ini terjadi.  LPSK sudah menyikapi melalui Program Mekanisme Pencegahan untuk Penyiksaan (NPM) untuk melihat sejauh mana Indonesia yang sudah menandatangani konvensi internasional tentang anti-penyiksaan. Artinya harus bertanggungjawab untuk itu. Namun Indonesia belum meratifikasi UU itu.  Kami mendorong agar konvensi tersebut menjadi undang-undang kita.

Jadi penganiayaan bisa terjadi oleh sesama tahanan atau oleh petugas?

Yang kami temukan memang masih banyak atau sering terjadi kasus-kasus kekerasan baik dilakukan oleh sesama penghuni. Tetapi tidak jarang juga dilakukan dilakukan oleh petugas. Kalau yang dilakukan petugas kategorinya sudah penyiksaan.

Sekali lagi saya menyayangkan kejadian seperti ini terjadi. Semestinya orang yang ditahan itu berada di tempat yang paling aman. Tapi ternyata tidak. Lebih menyedihkan lagi kalau yang melakukan penganiayaan itu adalah anggota kepolisian yang termasuk dalam unsur penegak hukum, meskipun dia pada saat yang sama, sedang berstatus sebagai tahanan.

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Apa dampaknya ke depan dengan adanya kejadian yang dialami M Kece ini?

Kejadian ini diduga dilakukan oleh aparat kepolisian yang berpangkat perwira tinggi, artinya faham hukum. Dampaknya ke depan, semoga tidak terjadi, bisa menimbulkan melemahnya kepercayaan publik atas penegakan hukum. Ini yang saya sayangkan. Apa pun alasannya tindakan yang dia lakukan itu tidak bisa dibenarkan oleh hukum. Ini yang saya khawatirkan nanti kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum menjadi makin merosot. Sementara kita dituntut untuk tetap melaksanakan reformasi dalam bidang hukum.  Reformasi organisasi termasuk organisasi Kepolisian, organisasi Lapas, organisasi Keimigrasian yang sarat dengan tempat-tempat semacam ini. Juga reformasi dalam perilaku yang seharusnya tetap menghormati seseorang yang ditempatkan di sana.

Orang yang ditempatkan di rumah tahanan, Lapas maupun rumah detensi itu hanya kehilangan satu hal saja; kemerdekaan-nya. Tetapi hak-hak lain sebagai seorang manusia tetap harus dijamin. Hak atas keselamatan, keamanan, makanan yang layak, kesehatan dan tidak terancam.  Bahkan di dalam beberapa kasus misalnya ada juga hak atas kebutuhan seksual. Ini kan sering terabaikan di Lapas dan rumah tahanan kita. Karena tahanan dianggap sebagai orang yang bersalah. Untuk pemenuhan atas hak-hak itu tanggungjawab negara.

Langkah LPSK sendiri seperti apa dalam kasus ini?

Kebanyakan kasus kita menunggu permohonan,  meskipun untuk kasus-kasus yang menarik perhatian kita bisa juga proaktif. Artinya kita yang mendatangi saksi atau korban yang memerlukan perlindungan, kita akan tawarkan. Karena perlindungan LPSK itu bersifat suka-rela orang harus bersedia menjadi terlindung, baru LPSK akan memberikan layanan perlindung maupun bantuan. LPSK tidak bisa memaksa untuk melindungi seseorang. Dan ada jaminan kalau perlindungan yang dilakukan LPSK tidak akan terjadi conflict of interest.

Jadi dalam kasus M Kece, LPSK belum menerima permohonan perindungan?

Sampai saat ini belum. Tapi kalau korban atau keluarganya merasa membutuhkan perlindungan, silahkan datang ke LPSK. Setiap saat kami akan menerima permohonan perlindungan.

Apa syarat untuk meminta perlindungan LPSK?

Yang pertama status hukumnya jelas. Yang meminta perlindungan adalah seorang saksi atau seorang korban dalam kasus tindak pidana. Tanpa dua itu kita tidak bisa. Tindak pidana yang menjadi prioritas LPSK penganiayaan berat dan penyiksaan masuk dalam prioritas kami.

Apalagi yang menjadi prioritas lainnya? Selama tiga tahun terakhir kasus apa yang paling banyak meminta perlindungan?

Kasus pelanggaran HAM yang berat di masa lalu, tetapi akhir-akhir ini yang paling meningkat itu adalah kekerasan seksual pada anak dan perempuan, kemudian tindak pidana perdagangan orang, korupsi, narkotika. Dan di luar kasus prioritas seseorang bisa dapat perlindungan LPSK dengan syarat ada ancaman jiwa.

Apakah dalam kasus whistleblower (pelapor pelanggaran) juga ada?

Ada juga, kita sering menemukan para whistleblower itu mendapat serangan balik dalam bentuk pelaporan balik karena dianggap melakukan pencemaran nama baik dan sebagainya. LPSK bisa memberikan pelayanan hukum kita akan fasilitasi yang bersangkutan agar terbebas dari serangan balik ini. 

Dalam kasus karyawan KPI yang berinisial MS bagaimana Anda melihatnya?

Kasus ini terjadi antara pelaku dengan korban (MS) ya ini barangkali posisinya lebih tinggi atau lebih banyak orang. Dan sebagainya yang lebih menarik lagi kasus itu  terjadi di suatu lembaga negara (KPI) dan lembaga negara itu dianggap kurang responsif. Dari sisi pidana kami masih menunggu apakah bisa berlanjut, semuanya akan ditentukan oleh aparat penegak hukum. Kami sudah mendatangi korban dan dia meminta perlindungan pada LPSK.

Bagaimana dengan kasus bom Molotov di depan kantor LBH Yohyakarta?

Sampai saat ini belum ada orang yang mau bersaksi untuk kasus ini. Kami selalu terbuka kalau ada mereka yang mau bersaksi dan memerlukan perlindugan dari LPSK.

Untuk peristiwa terbakarnya LP Tangerang?

Ini memang problema yang ruwet, ini karena peradilan kita cendrung menghukum / memenjarakan terpidana. Akhirnya penjara penuh karena over kapasitas. Hal ini berdampak pada hal lain, seperti makanan yang layak dan kesehatan dan sebagainya. Karena penuh ini hak-hak asasi terpidana tidak bisa dipenuhi oleh negara.

Apa support Anda untuk para saksi dan korban?

Kami ingin semua saksi dan korban untuk berani bersaksi, kami akan memberikan perlindungan pada orang yang berani bersaksi. Sehingga proses peradilan itu bisa berjalan secara baik akan mencapai keadilan yang yang lebih baik lagi terutama bagi korban.

Hasto Atmojo Suroyo, Tak Pernah Bosan Saksikan Pertunjukan Wayang 

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Sudah sejak lama Hasto Atmojo Suroyo menyukai lakon yang ada dalam pewayangan. Banyak lakon yang sudah dia hafal ceritanya. Tapi uniknya tak pernah ada kata bosan untuk menonton pertunjukan wayang. Apalagi kalau dalangnya dinilainya bagus. Kini ia menonton penggalan lakon wayang melalui laman Youtube sebagai pengantar tidur.

“Kalau dulu saya memang menonton lakon wayang dari awal hingga usai, yang terkadang sampai subuh. Tapi sekarang dengan beragam kesibukan sudah tak memungkinkan. Namun saya masih tetap menonton, tapi cuma nukilan adegan tertentu dalam sebuah lakon wayang. Kan kita bisa pilih mau bagian yang mana di laman Youtube. Jadi buat saya menonton lakon wayang itu jadi pengantar tidur,” jelas pria yang menamatkan kuliahnya di jurusan Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, dan kemudian memperoleh gelar Magister di jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Sebelum era Youtube marak, dia juga pernah mengalami mendengarkan lakon wayang melalui radio. Beberapa stasiun radio memang menjadikan acara pertunjukan wayang sebagai salah satu mata acara mereka yang disiarkan pada malam hari hingga dini hari.

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bukan tanpa alasan dia menyukai wayang,  tokoh yang menjadi cotoh dan panutan untuk kehidupan nyata. “Kalau saya lakon yang paling senang adalah Baratayuda Karno Tanding,” kata pria yang sempat menjadi Komisioner Komnas HAM sebelum bertugas di LPSK dan kini memegang posisi puncak.

Salah satu tokoh pewayangan yang dia sukai adalah Adipati Karno. “Pencetus revolusi dalam perang Baratayuda itu kan dia (Adipati Karno). Dia ini sebenarnya manusia setengah dewa, dia  masih bersaudara dengan Pandawa,  tetapi dia tetap bergabung kepada Kurawa. Karena dia tahu persis Kurawa tidak akan berani melawan Pandawa kalau tidak didukung oleh dia,” urainya sembari menambahkan kejahatan Kurawa tidak akan usai tanpa perang Baratayuda.

“Dan dalam konteks ini Adipati Karno menjadi korban. Dia bukannya tidak tahu akan menjadi korban. Dia tahu persis,” lanjutnya.

Bagaimana dengan tokoh pewayangan yang lain? “Arjuna itu tokoh satria yang gagah yang lurus. Lalu ada Pandawa tokoh yang lurus. Nah Adipati Karno itu beda, dia dibilang jelek tidak apa-apa, namun dia punya tujuan yang lebih mulia dari orang lain,” katanya.

Dalang dalam pandangan Hasto menempati posisi yang strategis. Karena lewat caranya cerita wayang yang sudah biasa dan dikenal luas bisa dibawakan dengan cara unik dan kreatif. Dalang dalam kategori ini adalah mendiang Hadisuwito dan Seno Nugroho. “Mereka menyajikan cerita wayang dengan gaya seperti pada pada rakyat biasa. Beda kalau dalang yang main di keraton, pakemnya banyak. Dia lebih banyak hiburan, dalam hiburan itulah dia selipkan tuntunan,” jelasnya.

Dilema Masa Pandemi

Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Dalam urusan aktivitas di kantor, apalagi di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang, Hasto berupaya mengingatkan timnya di LPSK untuk selalu menjalankan protokol kesehatan. “Untuk vaksinasi semua karyawan sudah divaksin. Dan saya sendiri melakukan test antigen di secara rutin,” katanya.

Karena sifat perlindungan yang dilalukan LPSK ini secara langsung, tidak bisa secara online, kadang ini menjadi dilema bagi pihak Hasto dan tim di LPSK. “Jadi bagaiamana, sistem perlindungan yang kita lakukan tidak bisa dilakukan secara daring. Harus secara langsung. Tapi sebelum bertugas tima kita dilengkapi dengan vaksinasi dan perlatan untuk menjaga protokol kesehatan,” kata Hasto yang rutin mengonsumsi vitamin untuk menjaga imunitas.

Meski sudah melakukan antisipasi seperti itu, dalam praktik di lapangan masih juga terjadi petugas LPSK terpapar COVID-19. “Kalau sudah begitu ya dia engga bisa masuk kantor dan harus diisolasi selama dua pekan. Usai isolasi baru aktif kembali,” kata Hasto yang juga tercatat sebagai dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Nasional Jakarta.

Dia berharap semoga pandemi ini bisa cepat berlalu dan semua pihak bisa beraktifitas seperti sedia kala. Tanpa harus direpotkan dengan aturan ini dan itu.

Hasto Atmojo Suroyo berpesan pada generasi muda khususnya dan semua usia umumnya untuk tidak bosan dan tidak berhenti belajar. “Bukan hanya generasi muda, sampai tua pun sebenarnya orang harus terus selalu belajar dan yang paling penting lagi perbanyak kawan. Itu saja hidup saya kira sederhana, pertama jangan berhenti  belajar dan selalu perbanyak kawan,” katanya menyudahi perbincangan.

“Orang yang ditempatkan di rumah tahanan, Lapas maupun rumah detensi itu hanya kehilangan satu hal saja; kemerdekaan-nya. Tetapi hak-hak lain sebagai seorang manusia tetap harus dijamin. Hak atas keselamatan, keamanan, makanan yang layak, kesehatan dan tidak terancam.  Bahkan di dalam beberapa kasus misalnya ada juga hak atas kebutuhan seksual. Ini kan sering terabaikan di Lapas dan rumah tahanan kita. Karena tahanan dianggap sebagai orang yang bersalah. Untuk pemenuhan atas hak-hak itu tanggung jawab negara,”

Hasto Atmojo Suroyo