JAKARTA - Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah melambat bahkan sebelum adanya pandemi COVID-19. Di tahun ini, ia memprediksi bahwa ekonomi nasional hanya mampu tumbuh 4,5 persen.
"Sebelum ada pandemi pun Indonesia perekonomian sudah melemah jadi dari 8 persen kemudian turun menjadi 7 persen, lalu jadi 5 di era Pak Jokowi pertama dan di era Pak Jokowi kedua kira-kira di bawah 5 persen, 4,5 paling optimis," katanya dalam diskusi virtual, Rabu, 13 Oktober.
Faisal mengatakan pemerintah justru bergembira ketika ekonomi nasional mencapai angka 7,07 persen di kuartal II 2021. Padahal menurutnya kecepatan pemulihannya Indonesia lambat.
Berdasarkan data yang dipaparkan Faisal, kecepatan pemulihan Indonesia itu berada di bawah Thailand, Jerman, USA, China, Singapura, Turki, Filipina, India, Malaysia, Italia, dan Prancis. Namun, kata Faisal, Indonesia tidak berada pada posisi paling bawah. Ia mengatakan Indonesia masih unggul sedikit di atas Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam.
Menurut Faisal, hal ini perlu dijawab oleh pemerintah mengapa tren pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Padahal, negara-negara lain mengalami tren recovery yang cepat sekali pasca COVID-19.
"Jadi ini yang harus kita jawab ada tidak ada pandemi, jangan disalahkan pandemi. Ada yang salah dalam diri kita ini," ucapnya.
Prediksi Faisal ini diperkuat dengan data International Monetary Fund (IMF). Di mana IMF baru saja merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021.
BACA JUGA:
"Kecuali Indonesia. Kalau Indonesia lama, pertumbuhan ekonomi tahun ini baru direvisi oleh IMF hanya 3,2 persen, jauh di bawah 5 persen kondisi sebelum pandemi," katanya.
Meskipun pertumbuhannya lama, Faisal mengakui bahwa saat ini ekonomi Indonesia sudah mengarah pada recovery atau pemulihan dari dampak pandemi COVID-19. Hal ini didukung oleh pandemi yang sudah mulai terkendali di Tanah Air.
"Indonesia yang putih menuju arah pemulihan. Ini masih memburuk nih Singapura, Korea, Taiwan, Nigeria, Pakistan, dan sedikit Jepang yang harus dipertahankan walaupun kita skornya masih kecil Nomor 43 dari 50 negara. Ini kata majalah ekonomis per Oktober," tuturnya.