Bagikan:

JAKARTA - Holding industri pertambangan Indonesia (MIND ID) membuka opsi pembangunan smelter Freeport di Papua dengan syarat kapasitas produksi mencapai 3 juta ton per tahun.

"Pembangunan smelter di Freeport tergantung kapasitas produksi. Jika produksi bisa lebih dari 3 juta ton (per tahun), itu memang opsi untuk ada pembukaan smelter baru di Freeport," kata Direktur Utama Mind ID Orias Petrus Moedak dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 31 Maret.

Lebih lanjut dia menyampaikan pembangunan smelter di Papua sudah dibicarakan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Sejumlah investor sudah menyatakan tertarik untuk menggarap proyek tersebut.

"Persiapan itu membutuhkan waktu dan juga investor yang berminat supaya kita bisa bekerja sama. Jadi, opsi itu terbuka," kata Orias. 

Seperti diketahui, rencana pembangunan smelter di Papua sudah pernah dibahas tahun 2015. Kala itu Menteri ESDM Sudirman Said telah membentuk Tim Pengelolaan Kapasitas Smelter.

Pemerintah menilai pembangunan smelter di Papua dapat menghemat ongkos kirim bijih ke smelter di Gresik maupun smelter di luar negeri yang selama ini digunakan untuk memurnikan mineral Freeport.

Namun, seiring berjalannya waktu isu pembangunan smelter di Papua meredup dan muncul kembali tahun 2021, ketika banyak pihak melihat proyek pembangunan smelter di Gresik seperti tidak ada keseriusan karena baru mencapai 6 persen.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dony Maryadi Oekon menyampaikan dukungan terkait opsi pembangunan smelter di Papua karena hal itu bisa menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. 

"Pembangunan smelter akan meningkatkan lapangan kerja, itu yang paling utama," kata Dony.

Selain membangun smelter, lanjut dia, Indonesia juga perlu membangun industri turunan dari produk-produk yang dihasilkan smelter agar bisa menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan roda ekonomi masyarakat.

"Bangun smelter dan bangun industri turunan juga karena Indonesia punya segalanya mulai dari bahan baku, tenaga, ahli, dan lahan, sehingga tidak ada lagi alasan untuk membawa mineral mentah ke luar negeri," kata Dony.