Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan, fakta di lapangan menunjukkan struktur pemulihan ekonomi Indonesia masih belum merata.

Hal ini berbanding terbalik dengan klaim pemerintah yang menyebut pertumbuhan ekonomi Tanah Air pada 2022 menunjukkan tren pemulihan.

Faisal mengakui ekonomi Indonesia memang sudah berangsur pulih dari pandemi COVID-19, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 5,4 persen, lebih besar dibandingkan saat pandemi.

“Tapi pemulihan ekonomi yang dikatakan (pemerintah) tidak sepenuhnya benar. Yang tumbuh adalah wall street. Sementara main street-nya masih terseok-seok. Masih belum pulih dari sebelum COVID-19,” ujarnya dalam acara catatan awal Indef 2023, Kamis, 5 Januari.

Faisal mengatakan, yang sudah pulih sepenuhnya adalah sektor jasanya. Sedangkan sektor barang, seperti agrikultur dan manufaktur masih melemah.

Dengan ketimpangan pemulihan itu, maka dampaknya sangat signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

Menurut Faisal, selama ini pemerintah justru terus menerus membuat langkah politik yang buruk dengan mengutamakan hasil yang instan.

“Karena dia gampang, dapat uangnya gampang seperti cryptocurrency, saham, yang jauh dari dunia rakyat nyata,” tuturnya.

Contohnya, kata Faisal, pertumbuhan industri manufaktur yang dinilai paling anjlok penurunannya. Faisal mengatakan, pertumbuhan industri manufaktur selalu lebih rendah dari produk domestik bruto (PDB).

Bahkan, lanjut Faisal, industri ini terus mengalami perlambatan sebelum mencapai titik optimalnya. Faisal pun memperkirakan ada gejala dini deindustrialisasi pada sektor tersebut.

Saat ini, kata Faisal, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB hanya 18,3 persen di kuartal III-2022. Sementara di 2021 lalu, berada di level 29,1 persen.

Bahkan, Faisal memperkirakan kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia akan disalip oleh Vietnam. Bahkan, jauh di bawah negera tegangga Malaysia.

“Sebentar lagi disalip oleh Vietnam, namun jauh di bawah negara negara China, Thailand dan Malaysia. Dialah pembentuk kelas menengah yang kuat. Jadi kalau industrinya lemah, kelas menengahnya juga jadi 'memble'. Lapisan buruh formalnya relatif sedikit,” tuturnya.