Bagikan:

JAKARTA - Investor saham kawakan Lo Kheng Hong (LKH) menceritakan pengalamannya perihal strategi dalam memilih sebuah saham. Dirinya mengaku lebih memilih strategi value investing.

Lantas apa itu value investing? Istilah ini menurut pria yang akrab disapa Pak Lo ini adalah strategi membeli saham perusahaan di mana harga pasar jauh lebih murah daripada nilai intrinsik perusahaan.

"Artinya, ketika saya mendapatkan Mercy yang dijual harga Avanza. Tentu saya akan membeli. Itu metode yang paling sederhana kalau saya menemukan ada Mercy yang dijual harga Avanza, saya pasti akan beli," ungkap Lo Kheng Hong dalam unggahan video Instagram @lukas_setiaatmaja, dikutip Kamis 2 September.

Lebih lanjut ia membandingkan, jika di dunia nyata, seseorang tidak akan pernah bertemu dengan orang yang mau menjual Mercy setara dengan harga Avanza.

"Tetapi di bursa saham, Mercy yang dijual harga Avanza itu banyak. Jadi, itulah seperti value investing, berinvestasi berdasarkan nilai," jelas pria yang disebut-sebut sebagai Warren Buffet Indonesia ini.

Lo Kheng Hong menceritakan saat pertama kali berinvestasi di instrumen saham, tepatnya pada 32 tahun yang lalu. Saat itu ia mengaku sama sekali saya buta.

"Kalau Warren Buffet itu membeli saham ketika usia 11 tahun, Tapi saya membeli saham ketika usia sangat telat, 30 tahun, sangat telat sekali," katanya.

Di periode 32 tahun lalu itu, dirinya tidak mengerti tentang saham, sehingga dirinya membeli saham tanpa pengetahuan sama sekali.

"Waktu itu strategi saya bukan value investing, tapi strategi saya pertama kali itu adalah beli saham IPO, ketika listing saya jual. Itu strategi saya, itu yang 32 tahun yang lalu," ujarnya.

Pada masa itu, LKH melihat banyak saham perusahaan yang melaksanakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) naik harganya. Melihat hal itu, Lo Kheng Hong membeli saham saat IPO kemudian saat listing dijual.

"Saham yang pertama saya beli adalah Gajah Surya Multifinance. Saya pikir demand-nya begitu kuat, yang jual hanya sedikit, ketika listing pasti naik, ternyata bukan science," ungkapnya.

Hal ini disebabkan demand tinggi dan supply sedikit, bukan membuat harga naik tetapi menurun. Alhasil Lo Kheng Hong sempat merugi dua kali karena memilih strategi pada 32 tahun yang lalu.

"Jadi sebetulnya pertama kali saya membeli saham, strateginya bukan value investing, tapi beli IPO jual ketika listing dan tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, hanya ikut-ikutan saja," jelasnya.