JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan bahwa peran Bank Indonesia (BI) dalam mendukung APBN melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) bukan berarti instrumen keuangan pemerintah sudah tidak menarik bagi investor.
Untuk itu Menkeu menepis anggapan yang menyebut bahwa pemerintah sedang mengalami kesulitan dalam melakukan penarikan utang.
“Sama sekali tidak. Dalam hal ini, tidak ada kesulitan untuk melakukan penarikan utang,” ujarnya saat menggelar konferensi pers virtual bersama dengan Gubernur Bank Indonesia, Selasa, 24 Agustus.
Menkeu mengklaim bahwa instrumen keuangan yang dimiliki oleh pemerintah masih cukup kompetitif di mata pemilik modal.
“Pemerintah tidak menemui kesulitan untuk menghimpun utang, baik dari market domestik, global, maupun yang berasal dari kerjasama bilateral atau multilateral,” tuturnya.
Partisipasi bank sentral dalam menyokong keuangan negara disebut Menkeu lebih kepada inisiatif BI untuk mendukung berbagai program serta kegiatan pemerintah, utamanya dalam penanganan kesehatan dan kemanusiaan di situasi pandemi saat ini.
“Seperti yang disampaikan Pak Gubernur BI, (dukungan pembiayaan APBN) ini adalah keterpanggilan untuk turut berkontribusi dalam situasi extraordinary dengan tetap memperhatikan rambu-rambu yang dimiliki Bank Indonesia,” tegasnya.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, kolaborasi pendanaan APBN oleh BI merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Penanganan Pandemi COVID-19 yang kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
Sebagai informasi, otoritas moneter pada sepanjang tahun lalu melaporkan turut menopang APBN melalui pembelian SBN senilai Rp473 triliun.
Sementara untuk 2021, lembaga pimpinan Perry Warjiyo itu hingga 16 Agustus 2021 tercatat sudah membeli SBN sebesar Rp131,96 triliun yang terdiri dari Rp56,50 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).
Adapun untuk APBN 2022, BI berkomitmen untuk mendukung keuangan negara dengan jumlah tidak kurang dari Rp224 triliun.