JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang memfinalisasi kesepakatan bersama terkait pemenuhan kebutuhan pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini untuk memperkuat kerja sama dalam rangka burden sharing atau bagi beban pendanaan APBN.
Langkah ini sesuai dengan arahan Persiden Joko Widodo (Jokowi), yang meminta konsep berbagi beban harus menjadi acuan bersama antara pemerintah, BI, OJK, perbankan, dan pelaku usaha dalam menjalankan pemulihan ekonomi dari masalah COVID-19.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, beban defisit APBN pemerintah semakin melebar seiring besarnya biaya penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi pascapagebluk. Defisit keuangan negara ini sebagian besar akan didanai dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
"Kami bersama Bu Menkeu (Sri Mulyani) bagaimana Bank Indonesia bisa 'burden sharing' untuk menurunkan beban dari SBN ini. Pada waktunya tentu saja kami akan komunikasikan dalam bentuk kesepakatan bersama yang sedang kami finalkan," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 3 Juni.
Perry menjelaskan, Bank Indonesia bisa membeli SBN di pasar perdana sebagai last resort atau membeli SBN yang diterbitkan pemerintah jika tidak mencapai target. Peran BI dalam pasar perdana itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2020.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Perry mengaku, optimis penguatan kerja sama ini dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap penerbitan surat utang pemerintah. Sehingga diharapkan nantinya beban defisit APBN dan pemulihan ekonomi nasional akan semakin banyak disokong oleh pasar.
Menurut Perry, sejak lelang 21 April, BI sudah membeli SBN di pasar perdana sekitar Rp26 triliun. Ia mengklaim angka serapan BI pada setiap lelang SBN di pasar perdana terus mengalami penurunan. Artinya, kapasitas penyerapan SBN oleh pasar semakin besar.
"Kalau kita lihat jumlah pembelian SBN yang dibeli oleh Bank Indonesia dari pasar perdana semakin lama semakin kecil, kapasitas absorbsi pasar itu semakin besar, dan yield (imbal hasil) SBN itu juga turun dari 8,08 persen menjadi 7,2 persen. Ini menandakan confidence investor semakin besar dan semakin juga banyak investor asing yang membeli SBN di lelang perdana," tuturnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, defisit APBN 2020 akan meningkat jadi Rp1.039,2 triliun. Angka itu sama dengan 6,34 persen terhadap produk domestik bruto atau PDB. Angka defisit itu lebih besar dari target defisit APBN yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 yang sebesar 5,07 persen atau Rp 852,9 triliun.
Menurut Sri Mulyani, lonjakan defisit itu dalam rangka untuk menanggulangi dan mendorong ekonomi agar tetap bisa bertahan dalam menghadapi tekanan COVID-19.