Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai utang jatuh tempo yang besar yang mencapai Rp 800,33 triliun pada 2025 tidak jadi masalah selama kondisi APBN, ekonomi dan politik Indonesia tetap stabil.

"Jatuh tempo dari utang pemerintah, ini yang sering sekali dianalisa, kalau ada pokok yang jatuh tempo risiko yang dihadapi oleh suatu negara bukan pada magnitude, tapi pada kemampuan negara tersebut melakukan revolving pada biaya yang dianggap fair," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis, 6 Juni.

Menurut Sri Mulyani ketika negara tetap kredibel, APBN baik, kondisi ekonomi baik, kondisi politik stabil sehingga suku bunga yang bergulir atau revolving itu sudah hampir dipastikan resikonya kecil karena market beranggapan negara tetap aman.

"Sehingga jatuh temponya yg terlihat di sini 2025, 2026, 2027 yang kelihatan tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN kebijakan fiskal ekonomi dan tentu politik tetap sama," jelasnya.

Menurut Sri Mulyani pemegang surat utang negara yang jatuh tempo belum tentu akan langsung mengambilnya lantaran masih dianggap sebuah investasi. Berbeda jika kondisi stabilitas ini terganggu, pemegang surat utang bisa melepasnya dan kabur dari Indonesia. Oleh sebab itu makanya kredibilitas, dan sustainable menjadi penting.

Sri Mulyani menyampaikan tingginya pembayaran utang yang jatuh tempo disebabkan oleh pandemi COVID-19. Di mana pada saat itu, Indonesia membutuhkan dana hampir Rp1.000 triliun untuk belanja tambahan karena penerimaan negara turun 19 persen karena aktivitas ekonomi berhenti.

"Jadi kalau tahun 2020 maksimal jatuh tempo dari pandemi kita di 7 tahun dan sekarang di konsentrasi, di 3 tahun terakhir 2025, 2026 dan 2027, sebagian di 8 tahun. Ini yang kemudian timbulkan persepsi kok banyak yang numpuk," katanya.

Sri Mulyani menjelaskan hal ini karena biaya pandemi dan merupakan bagian dari skema burden sharing. "Itu biaya pandemi berdasarkan agreement antara kita dan BI untuk lakukan burden sharing agar negara BI baik, fiskal kredibel dan politik acceptable, kita sepakati instrumen itu," tuturnya.

Sebelumnya, Komisi XI DPR mengungkapkan bahwa utang jatuh tempo Indonesia pada tahun depan atau 2025 akan mencapai Rp800 triliun dengan rincian Rp705,5 triliun berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun berupa pinjaman.