Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa pembiayaan utang pada semester II 2021 akan mencapai nilai Rp584 triliun. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan realisasi pembiayaan utang pada semester I lalu yang sebesar Rp443 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa outlook semester II dan realisasi pada paruh pertama tahun ini membuat perkiraan pembiayaan utang menjadi sebesar Rp1.027 triliun. Angka ini lebih sedikit dibandingkan dengan rencana awal dalam APBN 2021 yang sebesar Rp1.1774 triliun.

“Pembiayaan utang tahun 2021 diperkirakan berkurang sebesar Rp150,4 triliun ataui 12,8 persen dari pagu APBN 2021, yang utamanya karena defisit APBN diperkirakan akan lebih rendah serta pemanfaatan tambahan SAL (saldo anggaran lebih) pada pembiayaan lainnya,” ujar dia saat menggelar Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR yang disiarkan virtual, Senin, 23 Agustus.

Untuk diketahui, dalam APBN 2021 disebutkan bahwa pendapatan negara pada tahun ini diperkirakan sebesar Rp1.743,6 triliun. Sedangkan untuk belanja negara diyakini menyentuh Rp2.750 triliun. Itu artinya defisit anggaran akan berada di angka Rp1.006,4 triliun.

Sebelumnya, Ekonom Senior Faisal Basri mengingatkan pemerintah jika tumpukan utang yang kini terus menggunung sangat mungkin membawa Indonesia pada situasi jebakan kelas menengah (middle income trap).

Menurut dia, apabila kondisi tersebut tidak segera dicarikan solusi yang komprehensif, maka cita-cita menjadi negara maju akan sulit untuk dicapai.

“Apa yang kita butuhkan adalah transformasi secara menyeluruh, jika tidak maka Indonesia akan terperangkap di jebakan negara berpendapatan menengah,” ujarnya pada dalam keterangan tertulis seperti yang dikutip pada Jumat, 20 Agustus.

Untuk diketahui, Bank Indonesia melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2021 sebesar 415,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp5.975,2 triliun (kurs Rp14.387).

Angka tersebut terdiri dari ULN pemerintah 205,0 miliar dolar AS dan ULN swasta yang tercatat sebesar 207,2 miliar dolar AS.

Jumlah itu masih belum ditambah dengan nilai utang pemerintah di dalam negeri yang disebar melalui berbagai instrumen pembiayaan.