Bank Indonesia Kirim Sinyal Bakal Tetap Danai APBN hingga 2022
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa otoritas moneter membuka peluang untuk melanjutkan kebijakan pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga periode 2022. Hal tersebut ditegaskan Perry saat menggelar konferensi pers virtual pada tengah pekan ini.

Menurut dia, bank sentral akan tetap melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah di tengah kondisi pandemi COVID-19.

“Tentu saja partisipasi Bank Indonesia terhadap APBN itu dimungkinkan dan memang diperbolehkan,” ujarnya dalam konferensi pers Kamis, 19 Agustus.

Perry menambahkan saat ini pemerintah tengah melakukan finalisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2022 bersama dengan DPR. Untuk itu, pihaknya masih menunggu seberapa besar kemungkinan porsi pembelian SBN oleh BI tahun depan.

“Pemerintah sedang dalam pembahasan dengan DPR, nanti pada waktunya saya dan Bu Menteri Keuangan akan memberikan penjelasan terkait dengan hal ini,” tutur Perry.

Sebagai informasi, landasan hukum yang membuka jalan Bank Indonesia untuk dapat mendanai APBN tercantum dalam UU No.2 Tahun 2020 sebagai respon atas situasi pandemi yang membutuhkan anggaran penanganan yang cukup besar.

Hingga 16 Agustus 2021, pembelian SBN oleh BI di pasar perdana tercatat sebesar Rp131,96 triliun yang terdiri dari Rp56,50 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).

Dalam catatan VOI, jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan rekapitulasi 19 Juli 2021 yang tercatat Rp124,13 triliun. Dari angka tersebut, Rp48,67 triliun di antaranya dibeli melalui mekanisme lelang utama. Sementara Rp75,46 triliun melalui GSO.

Adapun, dalam Rancangan APBN 2022 disebutkan bahwa belanja negara bakal menembus Rp2.708,7 triliun. Sementara pendapatan negara pada tahun depan diproyeksi sebesar Rp1.840,7 triliun.

Itu artinya defisit anggaran akan menyentuh Rp868 triliun atau 4,85 persen terhadap (produk domestik bruto (PDB).