Pandemi Buat Bank Rakus Caplok Surat Utang Pemerintah, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan saat ini terjadi tren peningkatan koleksi Surat Berharga Negara (SBN) oleh perbankan nasional.

Dalam catatannya, pada 2019 sebelum terjadi pandemi komposisi SBN yang dimiliki oleh lembaga jasa keuangan tersebut sebanyak 20,73 persen. Angka ini kemudian melonjak menjadi 25,28 persen hingga semester I 2021.

Menkeu sendiri menyebut jika ketertarikan bank untuk mengoleksi instrumen pembiayaan negara tidak lepas dari strategi mempertahankan kinerja keuangan di tengah tekanan usaha yang cukup kuat akibat pandemi COVID-19.

“Ini adalah cara bank untuk bisa bertahan karena kalau tidak mereka akan menanggung DPK (dana pihak ketiga) nasabah yang harus diberikan bunga,” ujarnya saat melakukan rapat kerja virtual dengan Badan Anggara (Banggar) DPR RI, Senin, 12 Juli.

Menkeu menambahkan, bisnis inti bank melalui fungsi intermediasi dalam kondisi pandemi saat ini cukup tertahan lantaran lemahnya permintaan kredit dari masyarakat.

“Mereka tidak bisa menyalurkan kredit karena permintaan kredit turun akibat ekonomi yang tidak stabil,” tuturnya.

Tidak berhenti sampai disitu, mantan bos IMF itu juga menjelaskan jika kesulitan bank dalam menyalurkan kredit masih ditambah dengan risiko kredit macet dari nasabah eksisting.

“Kredit yang ada pun pasti ada yang mengalami masalah pembayaran macet,” imbuhnya.

Untuk itu, Menkeu menilai instrumen surat utang negara tidak hanya berfungsi sebagai media untuk membiayai APBN tetapi juga cara untuk memperkuat sistem keuangan nasional secara makro.

“Jadi secara tidak langsung sebetulnya surat utang yang dikeluarkan pemerintah memberikan daya tahan terhadap sektor perbankan kita,” tegasnya.

Selain pelaku usaha bank, SBN juga dikoleksi oleh dua kategori besar, yakni Bank Indonesia (BI) dan investor asing. Menkeu menyebut jika BI tercatat pula menambah kepemilikan SBN dari sebelumnya hanya 9,9 persen pada 2019 menjadi 23 persen pada 2021.

Hal sebaliknya terjadi pada investor asing yang menurun menjadi 22 persen dari sebelumnya 38 persen.

“Jadi rekompopsisi dari SBN kita menggambarkan ini menjadi instrumen yang penting baik untuk sektor perbankan dan juga BI untuk turut membantu pemerintah di dalam menangani dampak COVID-19 yang luar biasa,” tutup Sri Mulyani.