JAKARTA - Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) menyebutkan dampak dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dapat menurunkan kapasitas produksi 50 hingga 60 persen, seperti saat awal merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia pada awal tahun 2020.
Direktur Inaplas Edi Rivai mengatakan menurunnya kapasitas produksi plastik akan merugikan banyak sektor usaha. Sebab, penggunaan plastik sangat dekat dengan kebutuhan sehari-hari.
"Kami berharap ini tidak terjadi lagi ke depan, kalau diperpanjang dampaknya sama seperti ke industri lain. Kemungkinan bisa turun ke 50 sampai 60 persen utilisasinya," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu, 21 Juli.
Untuk mempertahankan bisnis di tengah situasi yang sulit seperti saat ini, Edi mengatakan industri plastik membutuhkan beberapa subsidi. Di antaranya subsidi biaya listrik dan gas untuk industri.
Lebih lanjut, Edi berujar bahwa bantuan sangat dibutuhkan karena kedua komponen tersebut merupakan biaya produksi tertinggi di pada industri ini. Kendati demikian, Edi memastikan hingga sekarang belum ada pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya.
BACA JUGA:
"Kami juga berharap subsidi listrik dan gas karena semua produksi harus dipanaskan," jelasnya.
Edi juga meminta kepada pemerintah daerah untuk tidak melakukan razia terhadap pabrik-pabrik rumahan yang memproduksi plastik termasuk pula toko penjualnya saat PPKM Darurat. Padahal, industri merupakan salah satu sektor esensial yang diperbolehkan beroperasi dengan kriteria khusus.
"Pemerintah daerah masih suka melakukan razia ke pabrik-pabrik kecil sehingga rantai pasok (supply chain) terganggu. Bahkan kalau ada yang terpapar COVID-19 itu satu pabrik ditutup, padahal sudah ada satgasnya," tuturnya.