Bisnis di Ambang Kebangkrutan, Pengusaha Hotel dan Restoran Bingung Mau Pinjam Dana ke Siapa
ILUSTRASI FOTO/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Emil Arifin mengatakan, kondisi hotel dan restoran di Indonesia saat di ambang kebangkrutan akibat pandemi COVID-19. Pemberlakuan PPKM Darurat Jawa-Bali semakin memperburuk keadaannya. 

"Kita sudah sakaratul maut. Pemerintah memberlakukan PPKM ya mau tidak mau menerima," katanya dalam diskusi virtual, Sabtu, 3 Juli. 

Saat ini, kata Emil, kesulitan yang dialami bisnis hotel dan restoran adalah ketersediaan dana. Menurutnya, saat pandemi COVID-19 merebak di sepanjang 2020, perusahan masih mampu bertahan karena memiliki cadangan dana dari periode 2019. Namun, saat ini perusahaan sudah tak memiliki dana. 

"Keuntungan periode 2019 bisa kita pakai sampai habis uang kita kira-kira Juli, Agustus. Itu sudah habis, akhirnya kita pinjam uang. Sekarang ini sudah uang pinjaman dan sudah habis lagi. Ini sudah tidak tahu mau pinjam ke siapa," ujar dia. 

Emil mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bahwa penanganan pandemi COVID-19 harus seimbang antara kesehatan dan ekonomi. Namun, menurut dia, kebijakan yang diambil pemerintah lebih banyak rem daripada gas. 

"Jadi saya kira Presiden kan bilang harus seimbang. Tapi kenyataannya di lapangannya rem-rem terus. Remnya 5 kali, gasnya sekali," katanya. 

Emil mengatakan pengusaha hotel dan restoran perlu bantuan pemerintah untuk bertahan menghadapi pandemi COVID-19 yang semakin berat. 

"Kita sangat butuh bantuan dari pemerintah, karena kita masih setengah mati sudah hampir mau mati. Jangan sampai menunggu kita mati, kalau kita mati enggak bisa lagi dibantu," jelasnya. 

Sejak Desember 2020, kata Emil, sebanyak 37.834 restoran di Pulau Jawa-Bali dengan 800.000 orang karyawan sudah berhenti beroperasi. Karenanya, bantuan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menghidupkan usaha restoran. 

Emil mengakui pemerintah memang pernah memberikan insentif dengan meringankan pajak dan dana hibah. Namun pendapatan hotel dan restoran masih berkurang. Karena itu, ia berharap pemerintah memberikan bantuan seperti bantuan sewa dan subisidi gaji. 

"Kita ada data BPJS untuk mendata agar dapat memberikan gaji karyawan, mereka butuh uang," katanya. 

Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai 3 Juli hingga 20 Juli di wilayah Pulau Jawa dan Bali. 

Berdasarkan salinan implementasi pengetatan aktivitas masyarakat pada PPKM Darurat, kebijakan itu dilakukan di 48 wilayah dengan asesmen situasi pandemi level 4 dan 74 kabupaten kota dengan situasi pandemi level 3. 

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Invetasi sekaligus koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali Luhut Pandjaitan mengatakan tidak ada pusat perbelanjaan atau mal yang boleh buka selama PPKM Darurat Jawa-Bali berlaku. 

Kemudian, kata Luhut, untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari beroperasi dengan dibatasi sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50 persen. 

"Makan, minum di tempat umum seperti warung makan, kafe, lapak jalan baik dalam lokasi tersendiri hanya menerima take away dan tidak dine in," ujarnya, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 1 Juli. 

Luhut juga mengatakan untuk sektor non-esensial diterapkan 100 persen bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Sedangkan, untuk seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online atau daring. 

Sedangkan untuk sektor esensial, kata Luhut, diberlakukan 50 persen maksimum staf work from office (WFO) atau bekerja di kantor. 

Kemudian, untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan ketat. Lebih lanjut, yang dimaksud sektor essential mencakup keuangan dan perbankan; pasar modal; sistem pembayaran; teknologi informasi dan komunikasi; perhotelan non penanganan karantina COVID-19, serta industri orientasi ekspor. 

Cakupan sektor kritikal adalah energi; kesehatan; keamanan; logistik dan transportasi; industri makanan; minuman dan penunjangnya; petrokimia; semen; objek vital nasional; penanganan bencana; proyek strategis nasional; konstruksi; utilitas dasar seperti listrik dan air; serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.