Bagikan:

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan kepada BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) untuk melepas kepemilikan saham dan juga reksadana atas sejumlah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, termasuk saham dari perusahaan BUMN.

Adapun, rekomendasi BPK tersebut bertujuan untuk menekan potensi kerugian atas saham yang dibeli (cut loss) serta mendorong perusahaan untuk mengambil langkah strategis dalam upaya memperoleh keuntungan (take profit).

“Untuk melakukan take profit atau cut loss pada saham-saham yang tidak ditransaksikan antara lain saham Salim Ivomas Pratama (SIMP), Krakatau Steel (KRAS), Garuda Indonesia (GIAA), Astra Agro Lestari (AALI), London Sumatra Indonesia (LSIP), dan Indo Tambangraya Megah (ITMG)," kata BPK dalam laporan pemeriksaan semester II 2020 seperti yang dikutip pada Jumat, 25 Juni.

Salim Ivomas dan London Sumatra, adalah perusahaan milik bos Indofood konglomerat Anthony Salim, Adapun Garuda dan Krakatau Steel adalah dua BUMN yang sahamnya selalu dalam tren yang tidak menguntungkan investor.

Lembaga tinggi negara itu juga meminta BP Jamsostek untuk melakukan pengaturan ulang atas koleksi reksadana yang dikuasai hingga saat ini. Saran itu dimaksudkan agar tidak mengalami kerugian menyeluruh atas penempatan investasi yang dilakukan.

“Menyusun dan menerapkan langkah-langkah pemulihan unrealized loss secara rinci dan tidak hanya menggantungkan pada faktor uncontrollable seperti IHSG,” sebut BPK.

Secara umum, pemeriksaan BPK menyimpulkan ada 20 temuan dengan 45 masalah yang bernilai perkiraan mencapai Rp13,58 miliar.

Beberapa masalah yang disoroti antara lain ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan permasalahan soal efisiensi dan efektivitas yang dilakukan oleh perusahaan.

“BPJS telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran ke kas negara atau perusahaan sebesar Rp2,81 miliar," ungkap BPK.

Dalam pemberitaan sebelumnya, BPK menyematkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020.

“LKPP Tahun 2020 yang disajikan pemerintah tidak memiliki salah yang bersifat material, yang dapat menjadi pengecualian atas opini wajar yang diberikan. Oleh karena itu, BPK memiliki keyakinan yang memadai bahwa LKPP Tahun 2020 layak untuk memperoleh opini WTP,” tutur Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari awal pekan ini.