Jangankan 8 Persen, Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen Sulit Diraih Jika COVID-19 Masih Menggila
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA - Peningkatan kasus harian COVID-19 yang terus terjadi pasca momentum Ramadan tahun ini diyakini akan membuat proses pemulihan ekonomi terhambat. Jika kondisi ini berlanjut maka target pertumbuhan sebesar 8 persen pada kuartal II 2021 kemungkinan besar akan meleset.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (​CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet kepada VOI. Menurut dia, peningkatan kasus berarti membuka peluang untuk penerapan pembatasan sosial.

Bila hal ini terjadi, katanya, tentu akan menghambat mobilitas masyarakat dalam berkegiatan produktif sehari-hari.

“Tentu dalam kondisi seperti sekarang, masyarakat akan berpikir dua kali untuk bepergian. Dengan terbatasnya aktivitas masyarakat maka kegiatan ekonomi juga akan jauh berkurang,” ujarnya pada Rabu, 23 Juni.

Yusuf menambahkan, secara garis besar angka pertumbuhan pada trimester kedua tahun ini akan tetap berada di jalur positif. Pasalnya, pembanding yang digunakan adalah situasi kuartal II 2020 yang baru terdampak pandemi.

“Pembatasan sosial ini membuat proyeksi pertumbuhan di kisaran 8 atau 7 persen semakin kecil untuk terjadi,” tuturnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berkeyakinan jika pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini bisa bertengger di level 8 persen secara tahunan.

Pemerintah meyakini bahwa kuartal kedua ini kita mampu pada 7 sampai 8 persen," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 7 Juni.

Nada optimisme itu dilontarkan Airlangga dengan berdasarkan pada indeks pembelian barang industri manufaktur Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia yang mencapai 55,3 di Mei 2021 atau tertinggi dalam sejarah.

“Kita lihat juga pertumbuhan belanja nasional per akhir April kemarin juga sudah terjadi kenaikan sebesar 60,43 persen," ucap dia.