JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun Anggaran 2022 kepada DPR sebagai salah satu proses penganggaran untuk penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
“APBN merupakan instrumen yang sangat penting. Pada 2020, kita merespons pandemi melalui Perppu yang kemudian menjadi UU No 2 dan APBN direvisi hingga dua kali dan itu semuanya selalu dengan komunikasi yang sangat intens dengan DPR,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Mei.
Menkeu menjelaskan, untuk RAPBN 2022, pemerintah telah membuat rancangan indikator-indikator yang dijadikan asumsi awal yang akan dibahas bersama Komisi XI dan Badan Anggaran.
Adapun, indikator yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2 persen hingga 5,8 persen, inflasi 2 persen hingga 4 persen, suku bunga SUN 10 tahun 6,32 persen sampai dengan 7,27 persen.
Lalu, nilai tukar rupiah antara Rp13.900 hingga Rp15.000 perdolar AS, harga minyak antara 55-65 dolar AS perbarel dengan lifting antara 686.000-726.000 barel perhari, serta lifting gas 1.031 - 1.103 barel perhari ekuivalen minyak.
“Ini yang akan kami bahas tentunya dengan Komisi XI mengenai asumsi-asumsi makro, sedangkan dengan Badan Anggaran nanti kita akan memulai dengan beberapa termasuk rencana estimasi dari defisit kita tahun depan yang ada di kisaran 4,51-4,85 persen,” katanya.
Menkeu menegaskan pula jika pemerintah akan menggunakan APBN secara fleksibel berdasarkan hal yang paling prioritas, paling mendesak, namun juga secara fundamental dapat memperbaiki daya kompetitif dan produktivitas dari perekonomian Indonesia.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, dalam konferensi pers akhir bulan lalu Menkeu sempat memaparkan postur sementara APBN 2022. Disebutkan bahwa Kementerian Keuangan merencanakan APBN 2022 dengan pendapatan sekitar Rp1.823 triliun. Sementara untuk sektor belanja disebutkan sebesar Rp2.631 triliun.
Dari estimasi tersebut dapati bahwa defisit anggaran akan berada pada kisaran 800 triliun atau setara 4,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Adapun, pada APBN 2021 ditargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.743 triliun, dengan belanja Rp2.750 triliun. Artinya, defisit anggaran tercatat sekitar Rp1.000 triliun atau setara 5,7 persen dari PDB.
“Pemerintah mengharapkan dukungan, masukan, dan kerjasama dari seluruh anggota dewan yang terhormat di dalam pembahasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Sri Mulyani.