Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, pemangkasan biaya program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi Rp10.000 per porsi terlalu kecil, terutama untuk di daerah luar Jawa, sehingga berisiko meningkatkan ketimpangan harga dan kualitas gizi.

"Biaya per porsi terlalu kecil ya apalagi daerah luar jawa di mana disparitas harga kebutuhan pokok lebih mahal dari jawa," ujarnya kepada VOI, Kamis, 5 Desember.

Dia menambahkan inflasi di luar Pulau Jawa perlu jadi pertimbangan lantaran berdasarkan data per Oktober 2024, inflasi di Papua Tengah tercatat sebesar 4,19 persen, sementara di Sulawesi Utara tercatat 2,58 persen.

Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang hanya mencapai 1,71 persen.

"Artinya harga barang dibeberapa daerah kan kenaikan harga nya lebih tinggi," lanjut Bhima.

Karena itu, Bhima menilai, biaya logistik yang tinggi, ditambah dengan biaya birokrasi dan pengawasan yang harus dimasukkan dalam anggaran, perlu diperhitungkan secara matang.

Bhima khawatir, apabila biaya per porsi terus ditekan, terutama di daerah dengan biaya hidup yang tinggi, maka vendor penyedia makanan akan kesulitan untuk menyuplai makanan dengan kualitas yang sesuai.

"Khawatir nanti vendor nya yang ditekan sehingga biaya per porsi jauh lebih kecil lagi dari Rp10.000," jelasnya.

Dengan keterbatasan APBN, bisa mengusulkan sebaiknya anggaran MBG dinaikkan menjadi sekitar Rp15.000 hingga Rp20.000 per porsi, dengan ketentuan program tersebut dimulai di daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T) pada tahun pertama, dan diperluas pada tahun kedua.

Dia turut khawatir akan ada potensi risiko ketimpangan gizi antarsekolah yang lebih besar jika biaya per porsi yang terlalu kecil.

"Khawatir biaya per porsi MBG yang terlalu kecil berisiko memperlebar ketimpangan nilai gizi per sekolah," jelasnya.