Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama berharap, pemangkasan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Rp15.000 menjadi Rp10.000 tetap memperhatikan kecukupan gizi masyarakat.

Kandungan gizi tersebut bukan hanya dari jumlah kalori yang tercukupi, tetapi juga komposisi zat, vitamin, mineral yang dibutuhkan tubuh.

"Apakah dengan anggaran rata-rata tersebut dapat terpenuhi 4 sehat 5 sempurna, jangan sampai nanti tetap karbohidrat yang dominan, karena kecukupan gizi itu bukan serta merta hanya kenyang saja," jelas Riza kepada VOI, Kamis, 5 Desember.

Dia menambahkan, penurunan anggaran porsi MBG karena penyesuaian rata-rata harga pangan di daerah.

"Menurut statement kepala Badan Gizi Nasional/BGN, bahwa angka itu adalah rata-rata jadi mungkin disesuaikan dengan harga bahan pangan per daerah yang berbeda-beda,"

Meski demikian, Riza menyampaikan belum dapat memberikan komentar lebih jauh terkait penyesuaian biaya per porsi MBG untuk kegiatan operasional atau yang lainnya.

Namun, kata dia, jika berdasarkan pernyataan pemerintah akan digunakan untuk subsidi harga bahan pangan yang mahal di daerah-daerah tertentu.

"Saya belum dapat informasi apakah digunakan untuk apa pemangkasan ini, tapi dengan statement yang menekankan rata-rata dari kepala BGN, bisa jadi untuk subsidi ke daerah yang tadi, harga bahan pangannya mahal," jelasnya.

Sebelumnya, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai penurunan biaya per porsi program Makan Bergizi Gratis (MBG) memang perlu penyesuaian seiring berjalannya waktu.

Menurutnya, evaluasi yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan program ini akan memengaruhi pelaksanaan dan alokasi anggaran program tersebut.

"Saya kira memang program makan bergizi gratis ini akan disesuaikan seiring berjalannya waktu dan evaluasi yang dilakukan pemerintah ketika program ini akan dijalankan," ujarnya kepada VOI, Selasa, 3 Desember.

Yusuf mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran dan biaya penerima program MBG bisa jadi merupakan hasil dari uji coba yang tengah dilakukan Pemerintah di beberapa titik lokasi.

"Dugaan saya dari uji coba tersebut, ketemu angka Rp10.000 sebagai nilai yang diperuntukkan bagi calon penerima program MBG ini," katanya.

Selain itu, Yusuf juga menyoroti bahwa angka Rp10.000 tergolong kecil, terutama jika dibandingkan dengan tujuan besar program MBG, yaitu untuk meningkatkan kualitas gizi dan nutrisi bagi masyarakat yang membutuhkan.

"Apalagi jika angka Rp10.000 tersebut adalah angka bruto di mana angka tersebut harus dibagi kembali untuk alokasi kebutuhan makan yang disediakan, biaya packing dan jasa antar, hingga keuntungan jika ikut menggandeng Mitra di tempat program ini dijalankan," ujar Yusuf.

Menurutnya, jika anggaran Rp10.000 hanya dialokasikan untuk makanan angka tersebut dapat semakin mengecil.

Hal ini dapat menjadi perdebatan terutama dalam hal bagaimana menyediakan menu bergizi di bawah angka tersebut, mengingat perbedaan harga antar daerah.

Karena itu, Yusuf menyampaikan pemerintah harus memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana angka yang disebutkan tersebut tetap dapat memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi penerimanya.