Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan tiga hal yang paling krusial dalam keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu kepesertaan, layanan, dan pendanaan, termasuk di dalamnya adalah tata kelola.

Dalam catatan Sri Mulyani, saat ini kepesertaan program JKN mencapai 222 juta jiwa atau sekitar 82 persen dari total penduduk Indonesia.

Dari jumlah itu, komposisi peserta didominasi oleh Penerima Bantuan Iuran (PBI) yaitu 59,5 persen, disusul kemudian pekerja penerima upah 24,6 persen, pekerja bukan penerima upah 13,6 persen, dan bukan pekerja 2,2 persen.

Adapun, dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), peserta JKN diharapkan bisa mencapai 98 persen dari seluruh total penduduk guna meraih tujuan universal health coverage.

“Melihat jumlah peserta dan komposisinya, JKN menghadapi tantangan terhadap iuran dan manfaat, untuk itu dibutuhkan sinergi dan kolaborasi antar para pemangku kepentingan,” ujarnya dalam Workshop Pendapat Badan Pemeriksa Keuangan atas Pengelolaan dan Penyelenggaraan Program JKN, Selasa, 6 April.

Dia berharap, seluruh elemen baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, bahkan swasta dan stakeholder lainnya mampu mewujudkan program JKN yang baik serta berkelanjutan.

“Kementerian dan lembaga yang terkait harus mampu mengupayakan peningkatan kualitas penyelenggaraan salah satu program jaring pengaman sosial ini,” tutur dia.

Sebelumnya, VOI sempat memberitakan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak mengalami surplus sebesar Rp18,7 triliun pada akhir 2020 lalu seperti yang banyak dipersepsikan selama ini.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa angka Rp18,7 triliun terbentuk dari posisi kas yang dihitung saat penutupan buku periode tahun lalu.

“Surplus itu sebenarnya adalah arus kas. Karena sering salah persepsi dan menganggap bahwa ini benar-benar surplus. Padahal ada kewajiban yang belum dipenuhi,” katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR-RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 17 Maret.

Dia menghitung, klaim tertunggak dari sejumlah fasilitas kesehatan yang belum dipenuhi oleh lembaga berjenis social safety net itu mencapai Rp25 triliun.

“Artinya jika itu belum dijalankan, berarti kan ada kewajiban dan utang. Kalau kewajiban dan utang ini dijalankan maka kita itu bukan surplus tapi minus Rp6,3 triliun,” tegas Ali.