JAKARTA - CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan insentif perpajakan berupa pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk sektor properti dinilai tidak efektif untuk mendongkrak permintaan dari masyarakat.
Pasalnya, hampir sebagian besar khalayak belum mengetahui program ini mengingat minimnya sosialisasi, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengembang.
Fakta tersebut didapat Ali berdasarkan survei terkait dengan antusias dan pengaruh pemberlakuan relaksasi PPN di sektor perumahan.
“Sebanyak 91 persen masyarakat belum tahu adanya kebijakan relaksasi ini,” ujarnya seperti yang dikutip VOI, Selasa 20 Maret.
Padahal, kata Ali, upaya pemerintah memberi diskon pungutan pajak untuk tipe hunian berharga sampai dengan Rp5 miliar itu sudah berjalan hampir satu bulan. Apalagi rentang waktu pemberlakuan kebijakan ini tergolong singkat, yakni hingga 31 Agustus mendatang.
“Tentu saja ini merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh seluruh pemangku kepentingan, terlebih jika urgensi yang ingin diraih adalah akselerasi pemulihan ekonomi nasional maka wajib diselesaikan secepatnya,” tegas dia.
Ali menambahkan, dari jajak pendapat yang dilakukan terungkap pula jika 24 persen masyarakat yang telah mengetahui relaksasi PPN sektor properti berdampak pada pemberlakuan DP 0 persen untuk pengambilan unit baru perumahan. Sedangkan sisanya, sama sekali tidak mengetahui tentang program pemerintah ini.
Lebih lanjut, survei ini juga mengungkapkan bahwa 53 persen responden menganggap bahwa tren suku bunga rendah tidak membawa pengaruh terhadap bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Adapun, 23 persen lainnya beranggapan bahwa bunga KPR masih tinggi. Sementera sisanya, atau sekitar 24 persen mengatakan bunga KPR telah cukup rendah.
Untuk diketahui, pada awal Maret ini pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan pembebasan PPN bagi konsumen yang ingin membeli properti eksisting atau telah selesai masa pengerjaan dan bukan merupakan unit inden.
Strategi ini diharapkan dapat mengerek konsumsi sekaligus produksi sektor perumahan di tengah penurunan ekonomi pada masa pandemi.
“Ini berlaku enam bulan berlaku sejak 1 Maret hingga 31 Agustus mendatang,” ujarnya dalam Press Statement Pemberian Insentif Kendaraan Bermotor dan Perumahan yang digelar bersama beberapa menteri terkait Senin, 1 Maret.
BACA JUGA:
Adapun, fasilitas ini dapat diberikan kepada konsumen dengan memenuhi dua persyaratan. Pertama, harus berjenis rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual maksimal Rp2 miliar akan diberikan pembebasan PPN hingga 100 persen.
Kedua, rumah tapak atau rumah susun dengan nilai jual antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar akan diberikan pembebasan PPN 50 persen.
Kemudian, persyaratan lain yang wajib dipenuhi adalah setiap orang hanya boleh membeli satu jenis properti dalam jangka waktu satu tahun, dan tidak boleh dijual kembali dalam waktu satu tahun pula. Lalu, tidak berlaku bagi properti inden dan harus sudah berupa serah terima bangunan dari developer ke pemilik.
“Kami memberikan insentif ini juga mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti penyerapan tenaga kerja dan sektor industri lain yang terkait dengan sektor ini diharapkan bisa bangkit,” tuturnya.