Ombudsman RI Pertanyakan Rakortas Kementerian soal Impor Beras: Ada Potensi Maladministasi Dalam Rencana Tersebut
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika. (Tangkap layar webinar Ombudsman)

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia mengindikasikan adanya potensi maladministrasi dalam wacana impor 1 juta ton beras yang akan dilakukan pemerintah. Karena itu, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta agar polemik impor beras ini perlu didalami.

"Kami melihat bahwa kebijakan impor beras dan tata kelola pangan di Indonesia masih menyisakan beberapa permasalahan yang berpotensi mengandung maladmisnitrasi di dalamnya," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 24 Maret.

Rencana impor beras ini, kata Hendra, dikeluarkan di saat produksi dalam negeri tidak ada masalah. Bahkan, tok beras pun di tingkat penggilingan juga tidak ada masalah. Karena itu, pihaknya menilai ada kesalahan dalam memutuskan kebijakan impor beras di tahun ini.

"Kami melihat ini jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan ini," tuturnya.

Lebih lanjut, dia mempertanyakan mekanisme rapat koordinasi terbatas (rakortas) untuk menentukan wacana impor beras di tahun ini. Menurut Hendra, keputusan impor beras harus didukung sejumlah data yang valid. Sebab, komoditas ini memiliki dampak yang luas dari sisi ekonomi, sosial, maupun politik.

"Suka atau tidak suka, kebijakan impor beras ini mesti dipahami oleh semua orang. Jadi enggak bisa kalau impor beras dipaksakan, publik harus paham supaya tidak menyisakan keributan," ucapnya.

Apalagi, kata Hendra, jika merujuk pada indikator angka ramalan yang dikeluarkan badan pusat statistik (BPS) terkait produk panen beras mengalami surplus 14,54 juta ton beras. Karena itu, Ombudsman menilai kebijakan impor beras seharusnya tidak dilakukan.

Berdasarkan data BPS, potensi produksi periode Januari hingga April 2021 diperkirakan meningkat 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 11,46 juta ton. Sementara potensi luas panen padi pada subround Januari hingga April 2021 mencapai 4,86 juta hektare. Naik sekitar 1,02 juta hektare atau 26,53 persen jika dibandingkan subround Januari hingga April 2020 sebesar 3,84 juta hektare.

Terkait dengan rencana impor beras ini akan berdampak pada turunnya harga beras, Hendra mengungkap bahwa rencana tersebut tidak mempengaruhi harga beras. Sebab, kata dia, tanpa impor beras pun harga beras nasional pasti akan turun.

"Karena (kita) sedang memasuki masa musim panen. Teori supply dan demand, di mana supply banyak maka harga di level permintaan pasti turun. Jadi tidak diakibatkan wacana impor," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan tidak akan melakukan impor beras pada saat musim panen raya. Kata dia, kuota impor disiapkan sebelumnya untuk memenuhi kesiapan cadangan stok beras milik Perum Bulog.

"Saya jamin tidak ada impor beras ketika panen raya, dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan petani. Karena memang belum ada impor," katanya dalam konferensi pers, Jumat, 19 Maret.

Lutfi menuturkan usulan impor beras sebanyak 1 juta ton melalui Bulog didasarkan pada kekhawatirannya terhadap stok CBP yang kian menipis.

Lebih lanjut, Lutfi menegaskan ia tak bermaksud menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman kelangkaan beras dan tingginya harga. Sebab, beras merupakan komoditas pangan paling penting di Indonesia dan rentan jadi sasaran para spekulan jika stoknya menipis.

"Ini kita bicara iron stock. Kalau sudah memenuhi, tidak Impor. Ini kan tugas saya untuk memikirkan sesuatu yang belum terpikirkan. Ini yang saya kerjakan. Saya bukannya menakut-nakuti. Koefisiennya banyak sekali, kalau ada apa-apa bapak dan ibu menyalahkan saya," tuturnya.