JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mengimpor 1 juta ton beras menuai polemik. Banyak pihak yang menentang rencana tersebut. Karena itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku siap mundur dari jabatannya apabila salah mengambil kebijakan terkait impor beras tersebut.
Awal mula penyebab dibukanya rencana impor beras 1 juta ton, kata Lutfi, lantaran stok beras cadangan di Perum Bulog mencapai titik terendah dan perlu diantisipasi.
Lebih lanjut, Perum Bulog sebagai kepanjangan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan ditugaskan untuk menjaga stok beras sebanyak 1 juta-1,5 juta ton. Ia menegaskan, itu prinsip yang dipegang pemerintah.
Adapun mekanisme pengadaan bisa dilakukan lewat pengadaan lokal maupun internasional. Kata Lutfi, jika memang penyerapan di dalam negeri cukup, maka tidak perlu menerapkan kebijakan impor. Seperti tahun 2019 maupun 2020.
Memasuki musim panen raya, ia menilai penyerapan gabah oleh Bulog belum optimal. Hingga Maret 2020, penyerapan gabah setara beras oleh Bulog baru mencapai angka 85 ribu ton. Seharusnya, kata Lutfi, Bulog hingga saat ini bisa menyerap gabah setara beras setidaknya 400 ribu-500 ribu ton.
Namun, kata Lutfi, rendahnya penyerapan itu bukan sepenuhnya salah Bulog. Sebab, terdapat aturan yang harus dipatuhi Bulog dalam membeli gabah petani. Salah satunya, kadar air maksimal gabah 25 persen, sementara kondisi gabah cukup basah karena tingginya curah hujan yang terjadi sejak awal bulan.
Lutfi menekankan angka impor 1 juta ton beras juga merupakan angka taksiran. Pemerintah akan memperhatikan dinamika yang terjadi ke depan. Jikalau harus impor, angka impor bisa melebihi atau kurang dari 1 juta ton.
"Atau sama sekali tidak (impor)," katanya.
Tidak akan impor saat panen raya
Lutfi menegaskan tidak akan melakukan impor beras pada saat musim panen. Kata dia, kuota impor disiapkan sebelumnya untuk memenuhi kesiapan cadangan stok beras milik Perum Bulog.
"Saya jamin tidak ada impor beras ketika panen raya, dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan petani. Karena memang belum ada impor," katanya dalam konferensi pers, Jumat, 19 Maret.
Lutfi menuturkan usulan impor beras sebanyak 1 juta ton melalui Bulog didasarkan pada kekhawatirannya terhadap stok CBP yang kian menipis.
Lebih lanjut, Lutfi menegaskan ia tak bermaksud menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman kelangkaan beras dan tingginya harga. Sebab, beras merupakan komoditas pangan paling penting di Indonesia dan rentan jadi sasaran para spekulan jika stoknya menipis.
"Ini kita bicara iron stock. Kalau sudah memenuhi, tidak Impor. Ini kan tugas saya untuk memikirkan sesuatu yang belum terpikirkan. Ini yang saya kerjakan. Saya bukannya menakut-nakuti. Koefisiennya banyak sekali, kalau ada apa-apa bapak dan ibu menyalahkan saya," tuturnya.
Kebijakan impor sudah ditetapkan sejak 2020
Dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Lutfi menjelaskan bahwa opsi impor telah diputuskan sebelum dirinya menjadi Menteri Perdagangan pada Desember 2020 lalu. Saat itu terdapat notulen rapat kabinet yang meminta Bulog mempunyai cadangan iron stock untuk tahun 2021.
"Sebelum saya datang (diangkat Menteri) tanggal 23 Desember, sudah ada notulen rapat di tingkat kabinet, artinya lebih atas dari Rakortas Menko memutuskan Bulog 2021 mesti punya cadangan iron stock salah satunya pengadaan 500 ribu ton bisa dari impor, sebelum saya datang (jadi menteri). Jadi waktu saya datang saya hanya menghitung jumlahnya," katanya, dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Senin, 22 Maret.
Rencana impor beras memang sudah mendapat persetujuan di tingkat beberapa Kementerian, termasuk Kemenko Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan. Meski belum ada realisasi hingga hari ini, kata Lutfi, isu tersebut sudah membuat harga gabah di tingkat petani anjlok.
Siap mundur jika salah ambil kebijakan
Di hadapan Komisi VI DPR, Lutfi mengaku siap berhenti dari jabatannya kalau keputusan mengenai impor beras sebesar 1 juta ton salah. Ia mengatakan keputusan tersebut diambil melalui perhitungan yang matang terkait dengan ketersediaan beras yang ada di Perum Bulog.
"Saya mesti memikirkan yang tidak terpikirkan, saya mesti mengambil keputusan pada keputusan yang tidak populer, saya hadapi. Kalau memang saya salah, saya siap berhenti, tidak ada masalah, tapi tugas saya memikirkan yang tidak dipikirkan oleh bapak dan ibu," tutur Lutfi.
Sebelumnya, Lutfi juga mengatakan jika ada yang harus disalahkan atas kegaduhan yang terjadi akibat kebijakan impor beras, salahkan dirinya. Terutama terkait adanya perbedaan pendapat di antara jajaran pejabat kementerian/lembaga yang ditangkap publik selama ini.
"Saya minta tolong kalau ada perbedaan tanya saya. Saya akan berusaha adil dan fair. Jadi jangan salahkan Pak Menko, Pak Mentan, jangan salahkan Dirut Bulog. Salahkan saya," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 19 Maret.