Bagikan:

JAKARTA - Komisi VI DPR menyoroti kasus dugaan investasi fiktif pada PT Taspen (Persero) yang mencapai Rp1 triliun.

Salah satunya terkait dengan dampak adanya kasus ini terhadap layanan peserta di perusahaan pelat merah tersebut.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka menyayangkan hal tersebut.

Apalagi, lanjut Rieke, dana yang disalahgunakan tersebut merupakan hasil jerih payah apartur sipil negara (ASN).

“Ada indikasi kuat terjadinya investasi fiktif yang sudah ramai di pemberitaan, investasi fiktif Rp1 triliun. Saya minta jelaskan ini uang siapa, pekerja kah, atau mereka yang seperti di asuransi komersial. Ternyata uang ini adalah uangnya para pekerja yang bekerja pada negara, dari atas sampai bawah,” kata Rieke dalam rapat komisi VI DPR dengan Plt Dirut PT Taspen, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 24 Juni.

Dalam rapat tersebut, Rieke pun kembali meminta penjelasan kepada Plt Dirut Taspen Rony Hanityo Aprianto mengenai bagaimana skema investasi pada Taspen.

“Jelaskan kepada kami bagaimana skema dan proses persetujuan investasi di PT Taspen,” tuturnya.

Rieke juga mempertayaan mengenai mekanisme persetujuan terkait keterlibatan PT Insight Investment Management dalam dugaan investasi fiktif tersebut.

Sekadar informasi, sebelum menjabat Plt Dirut Taspen, Rony Hanityo Aprianto menempati posisi sebagai Direktur Investigasi Taspen sejak 2020.

“Bagaimana prosedur Anda bisa memutuskan, menyetujui sebagai direktur investasi, apakah tidak melalui persetujuan direktur investasi, atau tanpa sepengetahuan direktur investasi kepada PT Insight Investment Management, dan PT Insight Investment Management ini kemana investasinya,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI Fraksi PKS Nevi Zuairina mempertanyakan dampak dari adanya kasus tersebut terhadap layanan peserta.

Dia juga bertanya soal evaluasi internal perusahaan.

“Baru-baru ini kita sudah mendengarkan bahwa KPK menyebut korupsi di Taspen itu ada investasi fiktif pada tahun 2019 dengan nilai investasi yang mencapai Rp1 triliun bagaimana dampak kasus ini terhadap pelayanan Taspen kepada nasabah-nasabahnya,” katanya.

“Perbaikan sistem evaluasi internal seperti apa yang harus kita miliki mungkin semacam early warning peringatan awal, untuk supaya tidak terjadi kasus ini di masa ke depan untuk Taspen ini,” sambungnya.

Menurut Nevi, dana yang dikelola Taspen adalah amanah dari pegawai negara yang mesti dijalankan dengan baik.

Karena itu, dia pun mempertanyakan bagaimana dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada PT Taspen.

“Dengan adanya kejadian ini kita dapat opini WTP, ini kenapa bisa terjadi?” katanya.

Menanggapi pertanyaan para anggota Komisi VI DPR, Plt Dirut Taspen Rony Hanityo Aprianto mengaku hanya bisa menduga-duga bagaimana kasus investasi fiktif ini terjadi.

Sebab, kasus ini tengah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kita hanya bisa menduga-duga saja di sini. Karena sebagian dari kita orang di market, kita bisa tahu lah modusnya seperti apa. Cuma sampai saat ini kan masih didalami penyidikan oleh KPK. Minggu ini juga ada beberapa orang eks pejabat Taspen itu diminta keterangan,” kata Rony.

Meski begitu, Rony bilang kasus dugaan investasi fiktif ini terjadi pada 2019, dimana saat dirinya belum menjadi bagian dari PT Taspen. Karena itu, Rony mengaku tak bisa memberikan penjelasan yang lengkap.

“Kami belum ada di situ (Taspen), kalau kita melihat dokumen kronologis ya hanya dugaan saja. Karena juga enggak tahu kan mana yang bener gitu kan,” tutur Rony.